ayat alquran tentang kecerdasan
Ayat51 Ayat ini menerangkan bahwa Allah membinasakan orang-orang yang sama dengan mereka, yaitu umat-umat yang mendustakan para nabi pada zaman lampau, mereka telah hancur karena pembangkangannya. Peristiwa-peristiwa itu hendaknya menjadi pelajaran bagi kaum kafir Mekah dan bagi siapa saja sesudah mereka beriman.
Berbagaipendapat dikemukakan oleh para pakar pendidikan mengenai kecerdasan emosional. Salovey menyatakan, EQ adalah kemampuan seseorang dalam mengenali emosi Sesungguhnya al Quran ini memberikan petunjuk baik secara pribadi maupun kelompok. Dalam al-Qur'an banyak terdapat ayat yang berisi tentang ajaran agar seseorang selalu
Pendidikankecerdasan spiritual Al-Qur'an Surah Al-Muzzammil Ayat 6-10 - Walisongo Repository URGENSI KECERDASAN SPIRITUAL - Pesantren Wirausaha SMPIT-SMAIT NURUL ISLAM SIDOARJO Agar Pikiran Makin Tajam, Ini 5 Amalan dalam Agama Islam yang Bisa Mencerdaskan PERPUS TAKA AN: Cara Menghafal Al Qur'an Menggunakan Otak Kanan
Kecerdasanspiritual menurut Al-Gazali dapat diperoleh melalui wahyu dan atau ilham. Wahyu merupakan "kata-kata" yang menggambarkan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara umum, yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya dengan maksud supaya disampaikan kepada orang lain sebagai petunjuk_nya.
websshow_file (\\resources\\views\\webs\\show_file.blade.php) 1 blade
https://groups.google.com/g/nunutv/c/SjNBMRjFwqQ. Abstrak Kecerdasan emosional merupakan faktor yang menentukan langkah hidup seseorang sehingga mengantarkan pada keunggulan hidup. Goleman menyatakan kecerdasan emosional dapat dilihat dari kemampuan mengenal emosi diri, kemampuan mengelola emosi diri dengan tepat, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain empati dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Berabad-abad sebelum Goleman berbicara mengenai kecerdasan emosional, terdapat ajaran yang telah mengarahkan manusia untuk mencapai kesuksesan dunia maupun akhirat. Wahyu Allah melalui Nabi Muhammad SAW dalam bentuk Al-Qur'an telah mengajarkan manusia untuk meraih kesuksesan hidup. Oleh karena itu berdasarkan studi yang dilakukan terhadap para penghafal Al-Qur'an hafidz Qur'an, penulis ingin membuktikan kecerdasan emosional merupakan bagian dari nilai-nilai Qur'ani. Kata kunci Kecerdasan emosional, Al-Qur'an, Hafidz. Abstract Emotional Intelligence is a factor that become a key to success in life. Goleman define emotional intelligence as the ability to identify, controls, and motivate the emotions of oneself, empathy and engaging good relationships with others. Centuries before Goleman starts to speak about emotional intelligence, Prophets Muhammad SAW tried to spread the message that can make people succeed in life and beyond. This massage summarized as Al-Qur'an. From the study of hafidz Qur'an, author try to acknowledge the emotional intelligence as part of the values of the Al-Qur'an's message. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SCHEMA - Journal of Psychological Research, Hal. 35-45 35 KECERDASAN EMOSIONAL DALAM AL-QUR’AN 1Stephani Raihana Hamdan 1Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 1 Email Abstrak Kecerdasan emosional merupakan faktor yang menentukan langkah hidup seseorang sehingga mengantarkan pada keunggulan hidup. Goleman menyatakan kecerdasan emosional dapat dilihat dari kemampuan mengenal emosi diri, kemampuan mengelola emosi diri dengan tepat, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain empati dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Berabad-abad sebelum Goleman berbicara mengenai kecerdasan emosional, terdapat ajaran yang telah mengarahkan manusia untuk mencapai kesuksesan dunia maupun akhirat. Wahyu Allah melalui Nabi Muhammad SAW dalam bentuk Al-Qur’an telah mengajarkan manusia untuk meraih kesuksesan hidup. Oleh karena itu berdasarkan studi yang dilakukan terhadap para penghafal Al-Qur’an hafidz Qur’an, penulis ingin membuktikan kecerdasan emosional merupakan bagian dari nilai-nilai Qur’ani. Kata kunci Kecerdasan emosional, Al-Qur’an, Hafidz. Abstract Emotional Intelligence is a factor that become a key to success in life. Goleman define emotional intelligence as the ability to identify, controls, and motivate the emotions of oneself, empathy and engaging good relationships with others. Centuries before Goleman starts to speak about emotional intelligence, Prophets Muhammad SAW tried to spread the message that can make people succeed in life and beyond. This massage summarized as Al-Qur’an. From the study of hafidz Qur’an, author try to acknowledge the emotional intelligence as part of the values of the Al-Qur’an’s message. Keyword Emotional intelligence, Al-Qur’an, Hafidz. Pendahuluan Semenjak Nabi Muhammad SAW menerima Al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT, penghafalan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an mulai dilakukan. Banyak perintah Nabi Muhammad SAW yang mengatakan betapa mulianya seseorang yang berusaha menghafalkan Al-Qur’an. Seperti dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda “Orang yang terbaik di antara kalian ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengerjakannya”. Sa’dulloh, 2005 Universitas Islam Bandung Unisba sebagai salah satu perguruan tinggi Islam merupakan bagian dari usaha perjuangan nilai Islam. Unisba berusaha dengan berbagai cara untuk menjaga kemuliaan agama Islam. Salah satu usahanya adalah dengan menerapkan program beasiswa penuh bagi para Stephani Raihana Hamdan 36 Volume 3, Mei 2017 penghafal Al-Qur’an 30 Juz Hafidz Qur’an yang ingin menempuh pendidikan Sarjana di Unisba. Tercatat sebanyak 11 mahasiswa Unisba yang terdaftar resmi sebagai Hafidz Qur’an. Dari hasil wawancara dengan kemahasiswaan Unisba, dosen-dosen dan rekan-rekan mahasiswa yang berinteraksi dengan mahasiswa hafidz, peneliti mendapat gambaran bahwa mahasiswa hafidz ini memiliki tingkah laku unggul, prestatif dan dapat menyesuaikan diri. Mahasiswa hafidz memiliki indeks prestasi tinggi, aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, memiliki rasa hormat yang tinggi pada orang yang lebih tua, mampu bersikap tenang bila menghadapi masalah, berdisiplin tinggi dalam mengembangkan ilmu Qur’an dan ibadah serta rendah hati dengan sesamanya. Jika dilihat dari pandangan agama, pembentukan pribadi para hafidz ini tentunya tidak lepas dari pengaruh pendidikan agama, dalam hal ini pendidikan Al-Qur’an yang diterapkan pada dirinya. Nabi Muhammad SAW telah menjanjikan bahwa dengan mengamalkan Al-Qur’an maka sesungguhnya Allah akan meningkatkan derajat seseorang “Sesungguhnya dengan kalam ini Al-Qur’an Allah mengangkat derajat umat dan merendahkan yang lainnya .” HR. Muslim, dalam Rauf, 1996. Peneliti berasumsi bahwa kecerdasan emosional merupakan faktor internal yang menjadikan para hafidz ini menampilkan perilaku prestatif dan menyesuaikan diri dan keunggulan tingkah laku para hafidz sesungguhnya merupakan cerminan pengamalan ajaran Al-Qur’an. Berdasarkan paparan-paparan inilah, peneliti tertarik meneliti lebih jauh bagaimana kecerdasan emosional para mahasiswa penghafal Al-Qur’an Hafidz Qur’an di Unisba. Hal ini dilakukan dalam rangka pembuktian asumsi bahwa mahasiswa hafidz Qur’an memiliki kecerdasan emosi tinggi yang merupakan hasil dari nilai Al-Qur’an yang mereka hafalkan dan amalkan. Metode Penelitian mengenai kecerdasan emosional pada mahasiswa penghafal Al-Qur’an hafidz Qur’an di Fakultas Dirosah Islamiyyah Universitas Islam Bandung adalah suatu penelitian yang dibahas secara deskriptif. Sedarmayanti, 2002 Subjek penelitian adalah mahasiswa penghafal Al-Qur’an hafidz Qur’an di Fakultas Dirosah Islamiyyah Universitas Islam Bandung. Variabel yang diukur adalah variabel kecerdasan emosional emotional intelligence yang didasarkan pada teori Daniel Goleman. Alat ukur penelitian ini adalah modifikasi dari alat ukur EQ-I Bar-On sehingga alat ukur disesuaikan dengan fenomena penelitian ini. Alat ukur EQ-I ini diadaptasikan peneliti kedalam 120 item yang menjaring aspek-aspek kecerdasan emosional diri subjek penelitian. Subjek diminta untuk menentukan apakah pernyataan tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan kondisi dirinya. Setiap item memiliki alternatif jawaban yang menunjukkan derajat kesesuaian dan ketidaksesuaian dengan diri. Penilaian skala Kecerdasan Emosional menggunakan pendekatan Likert yakni Summated Rating Scale. Azwar, 2004. Kecerdasan Emosional dalam Al-Qur’an SCHEMA - Journal of Psychological Research, Hal. 35-45 37 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif dengan menggunakan metode statistik persentase %. Alasan mempergunakan teknik persentase ini adalah dikarenakan data yang digunakan ordinal, data yang didapat bersifat kuantitatif dan data statistik berbentuk non parametrik. Nilai kategori tinggi bila ≥ 50 %, sedangkan nilai kategori rendah bila < 50 %. Hasil Pembahasan Tabel 1 Hasil Persentase Kecerdasan Emosional Berdasarkan diagram di atas, maka dapat disimpulkan bahwa 81,82 % 9 orang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini berarti kebanyakan mahasiswa hafidz mampu mengenali perasaan dirinya, dan kemudian mengelola emosinya tersebut agar dapat bertindak konstruktif, dengan kemampuan mengelola emosi dengan baik, para hafidz mampu memotivasi diri untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Para hafidz juga memiliki kapasitas untuk memahami orang lain guna menjalin hubungan sosial yang efektif. Peneliti menemukan faktor kesamaan yang menonjol pada kesembilan subjek berkategori tinggi adalah memiliki latar belakang pendidikan pesantren, bahkan enam diantaranya berasal dari pesantren yang sama. Meski pada dasarnya proses belajar meningkatkan kecerdasan emosi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, namun kondusifitas lingkungan pendidikan pesantren dapat memberikan peranan dalam membentuk kecerdasan emosional subjek menjadi lebih tinggi. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian dari Muthmainah 1998 yang membuktikan bahwa lingkungan pesantren berpengaruh terhadap kecerdasan emosional para santrinya. Stephani Raihana Hamdan 38 Volume 3, Mei 2017 Hasil Pengukuran Kecerdasan Emosi Berdasarkan Aspek Tabel 2 Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Aspek Mengenali Emosi Diri Aspek Mengelola Emosi Diri Aspek Membina Hubungan Dengan Orang Lain Aspek Mengenali Emosi Diri Secara keseluruhan 10 subjek penelitian memiliki kemampuan mengenal emosi diri yang tinggi dengan persentase 91 %. Para hafidz memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri mereka. Mereka mengevaluasi kekuatan dan batas-batas diri sehingga dapat mengetahui hal-hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Hal ini terjadi karena para hafidz berasal dari lingkungan keluarga, sekolah dan organisasi yang melaksanakan aturan agama Islam yang mendidik bagaimana para hafidz harus bersikap dan bertingkah laku Islami. Batasan norma agama ini terus terjaga karena para hafidz ini berada di lingkungan yang diwarnai nilai-nilai Islam. Selain itu proses menghafalkan Al-Qur’an yang dijalani para hafidz semenjak mereka masih remaja menuntut mereka untuk menjaga perilakunya agar sesuai dengan aturan agama dan menjauhi segala kegiatan yang bersifat sia-sia laghwu. Para hafidz dilatih untuk senantiasa memantau keadaan diri muraqabah agar perbuatan dirinya tetap dalam ketakwaan. Dari hasil analisa item, 1 subjek yang masih rendah, merupakan subjek termuda yang masih yang berada dalam tahap transisi dari remaja akhir ke dewasa awal sehingga memungkinkan adanya penghayatan diri yang merasa belum sepenuhnya mencapai kedewasaan sehingga membuat dirinya belum menerima keadaan dirinya apa adanya. Namun hal ini berpotensi meningkat bila ia mulai mencapai kedewasaan diri. Maka dalam pengertian Islam, dimensi kesadaran diri sesungguhnya dikenal sebagai proses muraqabah dan muhasabah. Muraqabah adalah suatu proses dalam diri manusia saat mengawasi amal perbuatannya dengan mata yang tajam. Hawwa, 1998 Hal ini didasarkan pada An-Nisaa [4] 1 yang berbunyi “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” Rasulullah bersabda bahwa hendaknya umat muslim senantiasa mengawasi amal perbuatan diri sebagaimana hadits Abu Nu’aim berikut “Beribadahlah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sekalipun kamu tidak melihat-Nya tetapi Dia melihatmu.” Proses kesadaran diri yang kedua adalah muhasabah. Muhasabah adalah menilai dan menimbang kebaikan serta keburukan yang telah diperbuat oleh diri. Hal Kecerdasan Emosional dalam Al-Qur’an SCHEMA - Journal of Psychological Research, Hal. 35-45 39 ini menjadi ladang koreksi diri untuk memperbaiki amal ibadah di masa depan. Ghazali, 2008 Koreksi diri ini didasarkan pada ayat berikut ini “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al-Hasyr [59] 18 Al Hasan bin Ali ra pernah berkata “Orang mukmin selalu mengevaluasi dirinya, ia menghisabnya karena Allah. Hisab akan menjadi ringan bagi orang-orang yang telah menghisab diri mereka di dunia dan akan menjadi berat pada hari kiamat bagi orang-orang yang mengambil perkara ini tanpa muhasabah.” Hawwa, 1998 Proses muraqabah dan muhasabah merupakan bagian penting dalam hidup seorang muslim. Dengan alat inilah, seseorang mengetahui sejauhmana kebaikan dan keburukan yang telah ia perbuat, batas kemampuan dirinya dan menjadi tolok ukur diri dalam menentukan rekonstruksi amal ibadahnya di masa didepan. Aspek Mengelola Emosi Diri Berdasarkan perhitungan hasil data pengukuran aspek mengelola emosi diri mahasiswa hafidz Al-Qur’an Unisba, didapat bahwa sebanyak 72,7 % 8 orang subjek penelitian memiliki kemampuan mengelola emosi yang tinggi dan sebanyak 3 orang berkategori rendah. Sebanyak 10 orang subjek lain yang mendapat kategori tinggi memiliki kemampuan dalam mengelola emosi mereka sehingga mampu mengelola dengan baik perasaan-perasaan impulsif dan emosi-emosi yang menekan mereka. Mereka mampu bersikap tenang dan memiliki kejernihan emosi. Hal ini berbeda dengan memendam emosi yang dapat memberikan efek negatif. Dari hasil wawancara dengan para hafidz, biasanya mereka bercerita dan bertukar pendapat dengan teman atau guru agama. Saat bercerita dan bertukar pendapat itulah para hafidz diingatkan kembali pada nasihat kesabaran, dimana sabar menurut pandangan Islam yang dianut kuat para hafidz merupakan pilihan utama dalam menghadapi segala situasi. 3 orang berkategori rendah menyatakan memiliki hambatan untuk bercerita dan bertukar pendapat dengan ini perlu dinilai dari sudut pandang para hafidz yang sangat menjaga tutur kata dan perbuatan mereka sehingga cenderung sangat menjaga perkataan dari kata-kata yang buruk yang mungkin muncul bila mereka bercerita. Dalam Islam, kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri disebut sabar. Orang yang paling sabar adalah orang yang paling tinggi dalam kecerdasan emosionalnya. Ia biasanya tabah dalam menghadapi kesulitan. Ketika belajar orang ini tekun. Ia berhasil mengatasi berbagai gangguan dan tidak memperturutkan emosinya. Ia dapat mengendalikan emosinya. Kemampuan bersikap tenang dan memiliki kejernihan emosi berkaitan dengan kemampuan mereka meregulasikan emosi. Ibadah yang dilakukan oleh para hafidz untuk mengendalikan emosi yang dirasakan sehingga memperoleh kembali ketenangan, diantaranya adalah membaca Al-Qur’an, mengingat Allah dzikir dan Stephani Raihana Hamdan 40 Volume 3, Mei 2017 shalat. Ketika manusia merasakan gejolak emosi di dalam dirinya, Al-Qur’an menganjurkan manusia untuk mengendalikan emosi yang dirasakan. Sesungguhnya mengontrol diri dengan mengingat Allah. Hal ini sesuai dengan Q. S. Ar-Rad [13] 28 yang berbunyi “Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” Aspek Motivasi Berdasarkan perhitungan hasil data pengukuran aspek memotivasi diri mahasiswa hafidz Al-Qur’an Unisba, didapat bahwa sebanyak 81,8 % 9 orang subjek penelitian memiliki kemampuan memotivasi diri yang tinggi, hanya 2 orang berkategori rendah yaitu A dan E. Prestasi menjadi hafidz Al-Qur’an merupakan manifestasi dari kemampuan motivasi yang tinggi. Proses menghafal dan mempertahankan hafalan Al-Qur’an didasari adanya motivasi tinggi, semangat dan ketekunan. mereka merasa terdorong untuk melakukan hal dengan lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan merupakan bagian dari aspek memotivasi diri. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan Al-Qur’an yang didapatkan para mahasiswa hafidz, mereka terbiasa untuk melakukan hal yang lebih baik. Dimulai dari kebiasaan memperbaiki bacaan Al-Qur’an setiap harinya. Mereka dituntut memperbaiki bacaan Al-Qur’an agar sesuai kaidah hukum tajwid sebagai standar keberhasilan. Dorongan untuk melakukan hal yang lebih baik ini didasarkan anjuran dari Nabi SAW untuk melakukan hal lebih baik dari kemarin, karena jika sama atau kurang maka sesungguhnya diri kita merugi. Pada subjek E didorong mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an oleh kakak perempuannya. Kesepuluh hafidz Al-Qur’an memiliki motivasi internal dan tidak terdorong oleh siapapun untuk menjadi hafidz Al-Qur’an. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam menginterpretasikan kemampuan motivasi prestasi subjek E. Pada subjek A, ia menjadi satu-satunya subjek yang tidak berasal dari lingkungan pesantren. Ia tidak mengalami lingkungan kondusif yang dapat mengajarkannya mempertahankan motivasi secara konsisten. Dimensi motivasi menurut Goleman 2005 adalah kecerdasan untuk menggunakan hasrat kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi. Hal ini senanda dengan motivasi yang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Shaleh & Wahab, 2004 132 Menurut Dr. Baharuddin 2004, ibadah merupakan motivasi utama manusia dalam berperilaku. Hal ini dikarenakan sesungguhnya manusia tidak lain diciptakan untuk menyembah Tuhannya. Allah SWT telah mewahyukan hal ini dalam Adz-Dzaariyat [51] 56 yang berbunyi ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Selain itu Allah SWT juga berfirman bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia tidak lain untuk Kecerdasan Emosional dalam Al-Qur’an SCHEMA - Journal of Psychological Research, Hal. 35-45 41 beribadah karena Allah ”Katakanlah Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” Al-An’aam [6] 162 Al-Qur’an memiliki banyak sekali kandungan ayat-ayat yang mendorong manusia untuk beribadah dan melakukan perbuatan sebaik-baiknya. Hal ini dapat menjadi sumber inspirasi kaum muslimin untuk melakukan ibadah dan terus memotivasi diri untuk berkarya di jalan Allah SWT. Meskipun Allah telah menentukan takdir seseorang, namun Allah tidak memerintah manusia berdiam diri menunggu takdir ditetapkan baginya. Allah memerintah manusia untuk berusaha mencari nafkah dan berusaha terus menerus memperbaiki dirinya. Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Ar-Ra’d [13] 11 “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” Al-Qashash [28] 77 Al-Qur’an juga memerintahkan kepada umat manusia untuk terus termotivasi untuk melakukan aktivitas kebaikan. Manusia harus memotivasi diri untuk melakukan kebaikan dengan tetap meniatkan perbuatannya karena Allah semata. Hal ini sesuai dengan wahyu Allah dalam Q. S. Al-Maidah [5] 48 yang menyatakan “Maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali semuanya...” Aspek Empati Berdasarkan perhitungan hasil data mahasiswa hafidz Al-Qur’an Unisba, didapat bahwa seluruh subjek penelitian 100 % memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengenali emosi orang lain empati. Hal ini menunjukkan seluruh mahasiswa hafidz Al-Qur’an menghayati mereka mampu memahami perasaan orang lain dan memiliki minat pada orang lain. Mereka mampu memperhatikan dan membaca isyarat emosi orang lain. Mereka menunjukkan kepekaan dan mampu memahami perspektif orang lain. Menurut Goleman 2005, dimensi empati merupakan kemampuan untuk merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perpektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyeleraskan diri dengan bermacam-macam orang. Dalam pandangan Islam, Allah SWT menganjurkan pada kaum beriman untuk saling menyebarkan kasih sayang dan saling menghibur dikala duka dengan pesan sabar. Hal ini sesuai dengan ayat dibawah ini ”Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” Al-Balad [90] 17 ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang.” Maryam [19] 96 Dalam berkasih sayang, Rasulullah juga menganjurkan kepada kaum muslimin untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain layaknya mereka dalam satu tubuh. Stephani Raihana Hamdan 42 Volume 3, Mei 2017 Berikut ini hadits yang diriwayatkan Muslim dan Ahmad yang menyatakan hal tersebut Hasan, 2006 ”Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling rasa cinta dan kasih sayang mereka adalah seperti satu tubuh yang apabila ada salah satu anggotanya yang mengeluh sakit, maka anggota-anggota tubuh lainnya ikut merasa sakit.” Anjuran diatas sesungguhnya merupakan nasihat kepada manusia untuk berempati saat berhubungan dengan orang lain. Selain itu banyak ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan diri manusia untuk saling mengenal dan menjaga silaturahim. ”Dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. ” An-Nisaa’ [4] 1 Aspek Keterampilan Sosial Sebanyak 81,8 % 9 orang mahasiswa hafidz Al-Qur’an secara keseluruhan memiliki kemampuan yang tinggi dalam membina hubungan dengan orang lain. Jika dilihat hanya subjek A dan E yang memiliki skor yang rendah adalah dua subjek yang juga memiliki kategori kecerdasan emosional yang rendah secara keseluruhan pula. Maka tidak salah jika Goleman mengatakan seseorang yang memiliki kecerdasan tinggi dalam aspek ini dikatakan sebagai orang memiliki kecermerlangan emosional. Goleman, 1996 Maka dari itu, peneliti memandang bahwa dasar subjek A dan E memiliki skor rendah dalam aspek ini, tidak jauh berbeda dari alasan mengapa subjek A dan E memiliki skor rendah dalam kecerdasan emosional secara keseluruhan. Kegagalan A dan E dalam memiliki kemampuan berbagai aspek sebelumnya berkontribusi yang cukup signifikan dalam menentukan skor rendah kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Dimensi keterampilan sosial menurut Goleman 2005, merupakan kemampuan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar; menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerjasama dalam kelompok. Kegiatan para hafidz yang bergerak di bidang dakwah Islam tentunya mendorong meningkatnya kemampuan menjalin relasi dengan orang lain ini. Sesungguhnya Islam merupakan agama yang menekankan pentingnya kehidupan sosial. Pada dasarnya ajaran Islam mengajarkan manusia untuk melakukan segala sesuatu demi kesejahteraan bersama, bukan pribadi semata. Islam menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasihati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, kesamaan derajat egaliter, tenggang rasa dan kebersamaan. Bahkan dalam Islam, Allah menilai ibadah yang dilakukan secara berjamaah atau bersama-sama dengan orang lain nilainya lebih tinggi daripada shalat yang dilakukan perorangan, dengan perbandingan 27 derajat. Nata, 2006 88 Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menganjurkan untuk menjaga hubungan sosial dengan baik, salah satunya dengan membangun kekompakan dan kerjasama dalam kebaikan didalamnya. ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa.” Al-Maa’idah [5] 2 ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu Kecerdasan Emosional dalam Al-Qur’an SCHEMA - Journal of Psychological Research, Hal. 35-45 43 bercerai berai.” Ali-Imran [3] 103 ”Orang mukmin bagi mukmin yang lain seperti bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” HR. Bukhari dan Muslim, dalam Hawwa, 1998 Dalam hubungan sosial, faktor kepemimpinan sangatlah memegang peranan penting. Allah SWT sangat memperhatikan hal ini, hingga memerintahkan manusia untuk taat pada pemimpin langsung setelah perintah menaati Allah dan Rasul-Nya. ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Qur'an dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” An-Nisaa [4] 59 Dalam ayat ini juga disampaikan bahwa dalam kehidupan kelompok seringkali terjadi perbedaan pendapat yang dapat menjadi bibit perpecahan. Allah memberikan tuntunan kepada manusia untuk menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai dasar untuk memecahkan permasalahan. Al-Qur’an juga memerintah manusia untuk menebarkan kebajikan, menyelesaikan pertikaian dan menjalin kasih sayang diantara sesama manusia. Hal ini sesuai dengan Q. S. An-Nisa [4] 114 yang berbunyi “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” Mengadakan perdamaian sangat dianjurkan oleh ajaran Islam sehingga dikatakan dapat menjauhi seseorang dari api neraka sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi. Hawwa, 1998 Masih banyak adab-adab yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam menjaga hubungan sosial. Namun pada dasarnya ketika berhubungan dengan orang lain hendaknya memperlakukan mereka sebagaimana kita hendak diperlakukan. Hal ini didasarkan pada hadits Muslim yang menyatakan bahwa “Siapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan masuk surga, maka hendaklah dia mati dalam keadaan bersaksi tiada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan hendaklah memperlakukan orang dengan apa yang disukainya untuk diperlakukan terhadap dirinya.” Hawwa, 1998 Simpulan dan Saran Dari data-data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa secara rata-rata, kelompok mahasiswa hafidz Al-Qur’an ini memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, dengan persentase di atas 80 %. Hal ini berarti para hafidz mahasiswa hafidz Al-Qur’an memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain empati dan membina hubungan dengan orang lain. Hal ini tidak lain cerminan dari nilai-nilai Al-Qur’an yang senantiasa mereka hafalkan dan usahakan untuk diamalkan. Stephani Raihana Hamdan 44 Volume 3, Mei 2017 Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagaimana budaya keislaman yang melekat kuat pada diri hafidz mampu meningkatkan kecerdasan emosional. Hal ini dapat menjadi contoh agar menerapkan pendidikan agama, khususnya pendidikan agama Islam dengan pendekatan kultural, tidak hanya sebagai mata pelajaran agama yang bersifat pengetahuan kognitif semata. Keberhasilan pendidikan pesantren dan lembaga tahfidz dalam mendidik kadernya menjadi pribadi dengan kultur Islami patut menjadi pelajaran. Daftar Pustaka Azwar, Saifuddin. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka Pelajar. An-Najati, Utsman. 2000. Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa. Bandung Penerbit Pustaka. Az-Za’balawi, Sayyid Muhammad. 2007. Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta Gema Insani Press. Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Ghazali, Imam. 2008. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin. Jakarta Sahara Publishers. Goleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, Daniel. 2005. Working With Emotional Intelligence Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. Hasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta PT RajaGrafindo Persada Hawwa, Said. 1998. Menyucikan Jiwa Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali. Jakarta Robbani Press. Muthmainah. 1998. Skripsi ”Pengaruh Lamanya Tinggal di Lingkungan Pondok Pesantren Terhadap Kecerdasan Emosional Pada Santri Pesantren Daarul Ulum di Bogor”. Bandung Fakultas Psikologi Unisba. Rauf, Abdul Aziz Abdur. 1996. Kiat Sukses Menghafal Al Qur’an. Jakarta Dzilal Press. Sa’dulloh, H. 2005. Metode Praktis Menghafal Al-Qur’an, Kunci Sukses Menjadi Seorang Hafidz. Sumedang Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyyah Kecerdasan Emosional dalam Al-Qur’an SCHEMA - Journal of Psychological Research, Hal. 35-45 45 Sedarmayanti. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung CV Mandar Maju. Shaleh, Abdul Rahman & Wahab, Muhbib Abdul. 2003. Psikologi Dalam Perspektif Islam. Jakarta Prenada Media ... Aspek-aspek kecerdasan emosi yang telah dijelaskan oleh Goleman telah ada di dalam Al-quran Hamdan, 2017. Aspek-aspek tersebut meliputi 1 aspek mengenali emosi diri yang merupakan dimensi kesadaran diri, dalam pandangan Islam lebih dikenal dengan istilah muraqabah QS. ...... Subjek telah memahami bahwa Al-qur'an telah menjelaskan Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang berjudul "Kecerdasan emosional dalam Al-qur'an". Subjek penelitian ini adalah mahasiswa penghafal Al-qur'an hafidz Al-qur'an di Fakultas Dirosah Islamiyyah Universitas Islam Bandung Hamdan, 2017. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa hafidz A-qur'an memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dengan persentase di atas 80%. ...Zhila JannatiDwi Bhakti Indri will be able to face various challenges in daily life if emotional intelligence is well developed. This study aims to find out how the psychoeducational group assisted with Al-quran can be a solution to improve student emotional intelligence. This research was used qualitative research method with 8 participants of Islamic Guidance and Counseling departement of Islamic State University UIN Raden Fatah Palembang. The results of this study indicate that emotional intelligence of students, which includes recognizing self-emotion, managing emotions, motivating oneself, recognizing the emotions of others, and building relationships, can be improved by giving psychoeducational group assisted with Al-qur'an. From the results of these studies it can be concluded that the psychoeducational group assisted with Al-qur'an can be a solution to improve student emotional intelligence.... Dengan syarat tersebut maka bangsa Indonesia dituntut untuk tetap menjaga eksistensi seni angklung dengan tetap menjaga dan memajukan seni angklung konsekuensinya sektor pendidikan memainkan peran penting dalam mentransmisikan cita-cita yang terkandung di dalamnya untuk mentransmisikan nilai-nilai yang terkandung dalam seni angklung ini kepada generasi mendatang sistem pendidikan sangat penting Bastari, Moh Ihsan,Fortunata Tyasrinestu, 2022 Lestari, 2022 Indonesia memiliki beragam alat musik tradisional antara lain kendang, Bonang saron, demung, kenong, angklung, gambang, gong kempul, dan alat musik tiup sebuah alat musik perkusi dari bambu yang dikenal sebagai angklung digoyangkan untuk menghasilkan suara jika dilihat dari bentuk desainnya tindakan menggoyangkan melibatkan tumbukan antara ruas-ruas bambu pangkal dengan kaki angklung Setyawati et al., 2017 Kecerdasan adalah sesuatu yang dimiliki atau nilai-nilai lebih dari setiap manusia dalam mengembangkan pola pikirnya sehingga mampu berkembang dan berpikir dengan jernih untuk menimbang, memutuskan serta menghadapi sesuatu dengan berpusat pada masalah yang dihadapi dengan solusi cemerlang Nur Efendi, 2021 Busthomi et al., 2020. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri dan orang lain kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain Raihana, 2017. Kecerdasan intelektual adalah kemampuan seseorang untuk memahami dunia luar Nurfalah, 2016. ...Desi PristiwantiUjang JamaludinKemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain, sangat penting dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah bagaimana mengelola dan meningkatkan kecerdasan emosional siswa di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran musik angklung dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa dan sebagai bentuk implementasi pelestarian budaya daerah, Mengenalkan musik angklung sebagai kearifan lokal yang perlu dilestarikan dan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran. Dimana dalam pelajaran Pendidikan Pancasila kelas 4 sekolah dasar terdap at materi tentang keragaman budaya, mulai dari rumah adat, Bahasa, suku bangsa dan kesenian tradisional. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan menggunakan model Miles dan Huberman, yang mengemukakan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Dengan analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Tujuan selanjutnya adalah bahwa dengan bermain musik angklung di sekolah dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa dengan baik. Hal ini terlihat adanya perubahan sikap perubahan emosi pada siswa menjadi lebih empati, sabar, disiplin, memupuk kerjasama dan kekompakan.... Centuries before Goleman talked about emotional intelligence, some teachings had directed humans to achieve success in this world and the hereafter. Allah's revelation through the Prophet Muhammad SAW in the form of the Qur'an has taught humans to achieve success in life Hamdan, 2017. ...Hasbiyallah Hasbiyallah Faznah MursyidiArum NingsihThe COVID-19 pandemic has attacked the fabric of human life. However, activities must continue, including in the field of education. This event is known as the "New Normal". In the educational environment, especially in Islamic boarding schools, there is one problem that arises, namely the lack of stable emotional control of students caused by fear and worry about the COVID-19 virus. This is because they are far from their families and have to start adapting to the new learning system. This study aimed to determine the relationship between remembrance activities and emotional control of the students of the Annida Al-Islamy Islamic Boarding School in the new normal era. In this study, a quantitative approach was used, with the correlational method. Data collection techniques were carried out by giving questionnaires to 60 students, interviews, and documentation. The results of the research are 1 The activity of remembrance at the Annida Al Islamy Islamic Boarding School in the new normal era is categorized as high; 2 The emotional control of students is categorized as strong; 3 The relationship between the two is highly correlated. Pandemi COVID-19 telah menyerang tatanan kehidupan manusia. Akan tetapi, aktivitas harus tetap berjalan, termasuk juga di dalamnya bidang pendidikan. Peristiwa ini dikenal dengan istilah “New Normal”. Dalam lingkungan pendidikan, khususnya di pesantren terdapat salah satu masalah yang timbul yakni kurang stabilnya pengendalian emosi santri yang disebabkan rasa takut dan khawatir terhadap virus COVID-19. Hal ini dikarenakan keadaan mereka yang jauh dari keluarga serta harus mulai beradaptasi dengan sistem pembelajaran baru. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui adanya hubungan antara aktivitas riyadlah zikir dengan Pendidikan pengendalian emosi santri Pondok Pesantren Annida Al-Islamy di era new normal. Pada penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode korelasional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan angket kepada 60 santri, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian yang didapat adalah 1 Aktivitas zikir di Pondok Pesantren Annida Al Islamy pada era new normal berkategori tinggi; 2 Pengendalian emosi santri berkategori kuat ; 3 Hubungan antara keduanya berkorelasi tinggi.... Human intelligence is only half used if people only focus on physical and/or mental intelligence. Islam also perceives EI as intelligence for it influences people's mental ability to perceive, manage and recognise basic emotions that may arise because of numerous influences Hamdan, 2017. However, the essence of EI in the Islamic perceptive focuses more on having the ability to know, understand, manage or control and distinguish emotions that are encouraged by Islamic teachings from the emotions that are discouraged or forbidden by Islam, which need to be properly regulated to have a positive effect on the relationships with oneself, others and God Al-Domi, 2015;Bauer, 2017. ...Purpose This paper aims to examine the effects of taqwa God-consciousness and syukr gratitude to God on emotional intelligence EI in a Muslim population in Malaysia. Design/methodology/approach Structural equation modelling tool AMOS was used to test the study’s hypotheses. In total, data were sourced from 302 Muslim employees working in Malaysia's public and private sectors. Findings Taqwa and syukr positively influence EI, and people with taqwa and syukr demonstrate greater levels of self-emotional appraisal compared with other emotional appraisals. This study also shows that people with taqwa and syukr give increased priority to understanding and distinguishing positive and negative emotions because of their understanding of Islamic teachings. They also exhibit concern with knowing their emotions well before advising or responding to the emotions of others. This may increase their sense of empathy, thereby improving their emotional competency and EI. Originality/value The findings indicate that taqwa and syukr predispose Muslims to EI. This study applied the Qur’anic model of self-development, which connects the origin of emotion with the soul, thereby further enriching the literature on the subject. It also highlights the importance of taqwa and syukr to Muslim employees for achieving EI that is useful in creating a harmonious atmosphere in the workplace and prosperous relationships in society.... Masih ada kecerdasan manusia yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, yakni kecerdasan emosional. Dengan adanya berbagai penelitian dan kajian para ahli, maka mulai sepakat bahwa sebenarnya di dalam diri manusia telah berkembang tipe-tipe kecerdasan selain kecerdasan intelektual, yakni kecerdasan spiritual serta kecerdasan emosional Syaparuddin & Elihami, 2017;Hamdan, 2017;Drigas & Papoutsi, 2018;Wardani, 2019;Maccann et al., 2020. Nyatanya, kecerdasan intelektual belum mampu dijadikan sebuah jaminan dalam menentukan keberhasilan hidup seorang individu Budianti & Permata, 2017. ...Dhanu Widi WijayaDini Nurainy Gita SaputriAgung Bayu WicaksonoMenghargai karya sastra bagian dari motivasi yang penting dalam menumbuhkan sikap yang kritis berdasarkan emosi serta membentuk gaya hidup yang membahagiakan bagi orang lain. Kemampuan apresiasi puisi yang dimiliki setiap siswa masing-masing berbeda, hal tersebut diduga dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, perilaku belajar, serta kepercayaan diri. Tujuan penlitian ini untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional, perilaku belajar, serta kepercayaan diri secara parsial dan simultan terhadap kemampuan mengapresiasi puisi pada siswa SMA/Sederajat di Kecamatan Borobudur. Penelitian ini dilakukan di SMA/sederajat di Kecamatan Borobudur pada tahun 2020. Sampel penelitian berjumlah 125 siswa dengan teknik purposive sampling. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda melalui software IBM SPSS versi 25. Hasil penelitian menemukan beberapa simpulan yaitu kemampuan mengapresiasi puisi dipengaruhi oleh kecerdasan emosional secara positif dan signifikan, kemampuan mengapresiasi puisi dipengaruhi oleh perilaku belajar secara positif dan signifikan, kemampuan mengapresiasi puisi dipengaruhi oleh kepercayaan diri secara positif dan signifikan, dan secara simultan kecerdasan emosional, perilaku belajar, serta kepercayaan diri berpengaruh dengan signifikan terhadap kemampuan mengapresiasi Della PermatasariEmotional intelligence in children is very important for their growth and development. The role of parents is very supportive, especially during the COVID-19 pandemic. The role of parents is not only developing intellectual, but also emotional intelligence. The purpose of this study is to determine the role of parents in developing emotional intelligence in the perspective of Islam during the COVID-19 pandemic. The research method is triangulation combination of interviews, observations, and documentation. The results showed five parental roles, namely 1 supervising, 2 helping, 3 establishing communication, 4 giving responsibilities, 5 motivating children, and directing. The role of parents is still low at the supervision stage, where supervision by parents at this stage is difficult because children at this age are at the stage of exploration of the surrounding BahrudinSobar Al GhazaliAlhamuddinEducation as a scientific activity must be based on the principles of faith and monotheism. The Qur'an in every discussion about science knowledge is inseparable from the value of faith. Experts formulate educational goals to form students to have strong faith, have noble character, and have useful knowledge. As explained in the Al-Qu'an Surah Ali Imraan verses 137-138, it calls on humans to learn and take lessons and examples from the previous people. So that human beings can walk on this earth following the provisions of Allah SWT in order to avoid human groups who lie to Allah SWT. This research uses descriptive-analytical method. The collection technique uses library research by examining in depth various interpretations, books and articles related to the main research problem. From this research, it is concluded that an educator must have a synergy of faith, noble character, in order to have useful knowledge. The implications contained in the Qur'an Surah Ali Imrran Verse 137-138 are 1 So that humans can take lessons from past history, from the sunnahs of Allah that applied to humans before. 2 So that humans know the way of life that is straight and true, where the Qur'an is the one who becomes the educator and becomes the light of the way of human life. 3 In order for humans to become educators to create human beings who are faithful, knowledgeable and civilized, it is impossible for education providers alone, there must be intervention from parents/guardians of students and the community, which is very important in monitoring so that they become pioneers of education at home and in their respective environments each. Abstrak. Pendidikan sebagai aktivitas ilmu pengetahuan harus dilandasi prinsip keimanan dan ketauhidan. Al-Qur’an dalam setiap pembicaraanya tentang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari nilai keimanan. Para ahli merumuskan tujuan pendidikan untuk membentuk para peserta didik memiliki keimanan yang kuat, berakhlak mulia, dan memiliki ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana di jelaskan di dalam Al-Qu’'an surat Ali Imraan ayat 137-138, menyeru kepada manusia agar belajar dan mengambil hikmah dansuri tauladan dari umat terdahulu. Aagar umah manusian dapat berjalan di muka bumi ini mengikuti ketentuan-ketentuan Allah SWT agar terhindar dari golongan manusia yang berdusta kepada SWT. penelitian ini menggunakan Metode deskriptif-analitis, Teknik pengumpulan menggunakan kepustakaan library research dengan mengkaji secara mendalam dari berbagai tafsir, buku dan artikel yang berhubungan dengan pokok masalah penelitian. Dari penelitian ini, diperoleh simbpulan bahwa seorang pendidik harus memiliki sinergitas keimanan, berakhlak mulia, agar mempunyai lilmu yang bermanfaat. Implikasi yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Ali Imrran Ayat 137-138 adalah 1 Agar manusia bisa mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu, dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia sebelumnya. 2 Agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Qur’an lah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia. 3 Agar manusia dapat menjadi pendidik untuk mewujudkan manusia yang beriman, berilmu dan beradab tidak mungkin dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan semata, harus ada campur tangan orang tua/wali murid serta masyarakat sangat penting dalam memonitoring hingga menjadi pelopor pendidikan di rumah dan di lingkungan masing-masing. Muafi UiiThis study aims to examine and analyze the influence of emotional intelligence in Islamic persepctive on affective commitment moderated by “diuwongke” in Islamic perspective. This study uses quantitative approach with the sample of public banks employees in Central Java who has Islam religion. The sampling technique is using purposive sampling with certain criteria, and the data is collected through questionnaire distribution. The statistical technique is carried out using regression moderation. The results of this study prove that 1 Emotional intelligence in Islamic perspective has a positive and significant influence on affective commitment; and 2 “Diuwongke” in Islamic perspective can strengthen the relationship between emotional intelligence in Islamic perspective on affective commitmentRemiswal RemiswalMahmud MahmudSudirman SudirmanThis study aims to determine the effect of emotional intelligence and Islamic religious education learning on the religious behavior of students at SMA Adabiah I Padang. It is a field research field research using a quantitative approach and correlational methods with a population of all students in class XI and Class XII with the proportionate stratified random sampling technique, to obtain a sample of 86 students. Data were collected using a questionnaire and documentation and analysis techniques using the analysis requirements test, classical assumption test, and hypothesis testing. The results showed that first, emotional intelligence had a positive and significant influence on the Religious Behavior of Students at SMA Adabiah I Padang. This can be seen based on the value of the regression coefficient b1 or slope of and the value of Fount is greater than Ftable and the significance value is smaller than the value of α = While the contribution of Emotional Intelligence X1 to religious behavior Y is or secondly, Islamic Religious Education Learning has a positive and significant influence on the Religious Behavior of Students at SMA Adabiah I Padang. This can be seen based on the regression coefficient b2 or slope of and the value of Fcount is greater than Ftable and the significance value is smaller than the value of α = While the contribution of Islamic Religious Education Learning to Religious Behavior is or 21%, the three Emotional Intelligence and Learning Islamic Religious Education together simultaneously have a positive and significant influence on the Religious Behavior of Students at SMA Adabiah I Padang. This can be seen based on the value of the regression coefficient b1 or slope of and the value of the regression coefficient b2 or slope of and the value of Fcount is greater than Ftable and the significance value is more. smaller than the value α = While the contribution of Emotional Intelligence X1 and Learning Islamic Religious Education X2 together simultaneously to religious behavior Y is or performance is very important and crucial to the influence that the company will get, especially for companies engaged in services, the quality and quantity of a company really requires good performance from its employees / human resources. Social competence, emotional intelligence, and work motivation are things that can affect the increase or decrease in employee performance. And this research uses quantitative research methods conducted at construction companies in Jakarta, taken from 92 employees in construction companies in Jakarta, Indonesia. Data collection methods using primary data by distributing questionnaires. The result from data analysis by using structural equation modelling shows that social competence, emotional intelligence, and motivation has a positive impactto employee performance on construction companies in Jakarta, AzwarAzwar, Saifuddin. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka An-NajatiAn-Najati, Utsman. 2000. Al-Qur'an dan Ilmu Jiwa. Bandung Penerbit Remaja antara Islam dan Ilmu JiwaSayyid Az-Za'balawiMuhammadAz-Za'balawi, Sayyid Muhammad. 2007. Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta Gema Insani 2004. Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta Pustaka Ihya' UlumuddinImam GhazaliGhazali, Imam. 2008. Ringkasan Ihya' Ulumuddin. Jakarta Sahara Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting daripada IQDaniel GolemanGoleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta PT Gramedia Pustaka Perkembangan Islami. Jakarta PT RajaGrafindo PersadaAliah B HasanPurwakaniaHasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta PT RajaGrafindo PersadaMenyucikan Jiwa Intisari Ihya' Ulumuddin Al-GhazaliSaid HawwaHawwa, Said. 1998. Menyucikan Jiwa Intisari Ihya' Ulumuddin Al-Ghazali. Jakarta Robbani Lamanya Tinggal di Lingkungan Pondok Pesantren Terhadap Kecerdasan Emosional Pada Santri Pesantren Daarul Ulum di BogorMuthmainahMuthmainah. 1998. Skripsi "Pengaruh Lamanya Tinggal di Lingkungan Pondok Pesantren Terhadap Kecerdasan Emosional Pada Santri Pesantren Daarul Ulum di Bogor". Bandung Fakultas Psikologi Unisba.
KECERDASAN MENURUT AL-QURAN Abdur Rokhim Hasan Pendahuluan Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna At-Tin 5. Secara fisik, manusia memiliki struktur tubuh yang sangat sempurna, ditambah lagi dengan pemberian akal, maka ia adalah makhluk jasadiyah dan ruhaniyah. Akal yang dianugrahkan kepada manusia memiliki tingkatan kecerdasan yang berbeda-beda. Banyak orang meyakini bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memiliki kemampuan Intelligence Quotient IQ yang tinggi, namun pada kenyataannya, tidak semua orang yang memiliki kemampuan IQ yang tinggi itu memiliki kemampuan adaptasi, sosialisi, pengendalian emosi, dan kemampuan spiritual. Banyak orang yang memiliki kecerdasan IQ, namun ia tidak memiliki kemampuan untuk bergaul, bersosialisai dan membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Banyak juga orang yang memiliki kemampuan IQ, tapi ia tidak memiliki kecerdasan dalam melakukan hal-hal yang dapat menentukan kebehasilannya di masa depan, prioritas-prioritas apa yang mesti dilakukan untuk menuju sukses dirinya. Pada tahun 2004 Tes IQ menjadi tren di SD-SD di berbagai kota besar. Untuk meningkatkan “gengsi”, sekolah ramai-ramai menyeleksi anak-anak yang hendak masuk sekolah dengan tes IQ . Mereka berteori bahwa sekolah yang baik adalah jika para siswanya pintar-pintar, dan siswa yang pintar itu jika IQ-nya di atas rata-rata. Karena itulah mereka menyelenggarakan tes IQ. Meskipun mereka kurang begitu memahami kerangka landasan teoretis dan filosofisnya; untuk apa tes IQ itu, apa kelemahan dan kelebihannya, dan kapan semestinya hal itu dilakukan [1]. Dalam pendahuluan bukunya, Revolusi IQ/EQ/SQ, Taufik Pasiak mengungkapkan bahwa di antara dokter yang lulus tepat waktu 6,5 – 7 tahan dengan Indek Prestasi Komulatif IPK di atas 3,0 merupakan dokter-dokter yang gagal, baik sebagai kepala Puskesmas maupun dokter praktik swasta. Ketika menjadi kepala Puskesmas, mereka menjadi pemimpin yang gagal. Ketika membuka praktik, mereka kekurangan pasien, sementara kawan-kawan mereka hampir drop out karena terlalu lama sekolah juga dengan IPK biasa, justru menjadi dokter-dokter yang berhasil ketika bekerja di lingkungan masyarakat. Di antaranya bahkan menjadi dokter teladan [2]. Intelligence Quotient IQ telah memonopoli teori kecerdasan. Kecerdasan seseorang hanya diukur lewat hasil tes inteligensi, yang logis-matematis, kuantitatif dan linear. Akibatnya, sisi-sisi kecerdasan manusia yang lainnya terabaikan. Hegemoni teori kecerdasan IQ memang tidak terlepas dari latar belakang historis, ilmiah, dan kultural. Secara historis, teori kecerdasan IQ memang merupakan teori kecerdasan pertama dan sudah berumur 200 tahun lebih, yang dimulai dari Frenologi Gall[3]. Pada awalnya, dikenal bahwa kecerdasan seseorang adalah mereka yang memilki kualitas IQ yang sangat tinggi, Hal demikian tidaklah salah karena pada awal sejarah perkembangannya, untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang adalah dengan mengetahui IQ nya. Orang yang pertama kali berpikir mengenai mungkinnya dilakukan pengukuran intelegensi atau kecerdasan adalah Galton, sepupu Darwin. Hal yang mendorongnya untuk memiliki pemikiran demikian adalah karena Galton tertarik pada perbedaan-perbedaan individual dan pada hubungan antara hereditas dan kemampuan mental. Menurut Galton ada dua kualitas umum yang dapat membedakan antara orang yang lebih cerdas more intelligent dari orang yang kurang cerdas less intelligent yaitu energi dan sensitivitas. Menurutnya, orang cerdas itu memiliki tingkat energi yang istimewa dan sensitivitas terhadap rangsangan di sekitarnya. Mengacu kepada kesimpulan Howard Gardner, temuan-temuan ilmiah bagi perkembangan teori kecedasan manusia, sesungguhnya juga sudah lama ditemukan oleh saintis, terutama neuro-saintis. Sampai akhirnya Howard Gardner yang dengan sangat serius menstudinya, dan ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan manusia itu tidak tunggal, tapi majmuk, bahkan tak terbatas. Belakangan teori kecerdasan Howard Gardner ini dikenal dengan Multiple Intelligence Kecerdasan Majmuk ya’ni Linguistic Intelligence Kecerdasan Bahasa Logico-Mathematical Intelligence Kecerdasan Logis-Matematis; Visual-Spatial Intelligence Kecerdasan Visual-Spasial; Bodily-Kinesthetic Intelligence Kecerdasan Kinestetik; Musical Intelligence Kecerdasan Musik; Interpersonal Intelligence Kescerdasan Antarpribadi; Intrapersonal Intelligence Kecerdasan Intrapesonal; dan Natural Intelligence Kecerdasan Natural[4]. Melalui makalah ini, Penulis ingin mengungkap sesungguhnya kecerdasan macam apakah yang dikehendaki oleh al-Qur’an. Pengertian Kecerdasan Kecerdasan didefinisikan bermacam-macam. Para ahli, termasuk para psikolog, tidak sepakat dalam mendefinisikan apa itu kecerdasan. Bukan saja karena definisi kecerdasan itu berkembang, sejalan dengan perkembangan ilmiah menyangkut studi kecerdasan dan sains-sains yang berkaitan dengan otak manusia, seperti neurologi, neurobiologi atau neurosains dan penekanannya. Tetapi juga karena penekanan definisi kecerdasan tersebut, sudah barang tentu akan sangat bergantung, pertama, pada pandangan dunia filsafat manusia, dan filsafat ilmu yang mendasarinya. Kedua, bergantung pada teori kecerdasan itu sendiri. Sebagai contoh, teori kecerdasan IQ sudah barangtentu akan berbeda dengan teori Emosioal Intelligence IQ dan Spiritual Quotient SQ dalam mendefinisikan kecerdasan. Namun demikian, semakin tak terbantahkan bahwa teori IQ semakin tergugat dan dipandang memiliki seperangkat kelemahan, baik dalam arti ilmiah maupun metodologis. Walaupun para ahli tidak sepakat dalam mendefinisikan apa itu kecerdasan. Bahkan menurut Morgan sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, kecerdasan itu sulit didefinisikan, namun penulis menghadirkan definisi kecerdasan yang mungkin bisa mewakili dari sekian banyak definisi. Menurut Howard Gordner definisi kecerdasan sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Alfred binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen 1 kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, 2 kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan 3 kemampuan mengkritik diri sendiri[5]. Definisi kecerdasan lain adalah definisi kecerdasan dari Piaget, Menurut William H. Calvin, dalam bukunya How Brain Thinks Bagaimana otak berfikir?, Piaget mengatakan, “Intelligence is what you use when you don’t know what to do” Kecerdasan adalah apa yang kita gunakan pada saat kita tidak tahu apa yang harus dilakukan.” Sehingga menurut Calvin, seseorang itu dikatakan smart jika ia terampil dalam menemukan jawaban yang benar untuk masalah pilihan hidup. Sedang menurut Sternberg, 65 tahun setelah simposium Journal Psikologi Pertama, 24 orang ahli diminta untuk mengajukan definisi kecerdasan, mereka mengaitkan kecerdasan tersebut dengan tema belajar dari pengalaman dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Lebih dari para ahli sebelumnya, mereka menekankan pengertian kecerdasan pada peranan metakognisi- pemahaman orang dan kontrol atas proses berpikir mereka seperti selama melakukan pemecahan masalah, penalaran, dan pembuatan keputusan dan lebih menekankan pada peranan budaya. Seseorang yang dipandang cerdas dalam sebuah budaya boleh jadi dipandang bodoh dalam budaya yang lain[6]. Begitulan, banyanya definisi kecerdasan, sesuai dengan banyaknya jenis-jenis kecerdasan itu sendiri. Dalam literatur Islam ada beberapa kata yang apabila ditinjau dari pengertian etimologi memiliki makna yang sama atau dekat dengan kecerdasan, antara lain Al-fathanah atau al-fithnah, yang artinya cerdas, juga memiliki makna sama dengan al-fahm paham lawan dari al-ghabawah bodoh[7]. Adz-dzaka’ yang berarti hiddah al-fuad wa sur’ah al-fithnah tajamnya pemahaman hati dan cepat paham[8]. Ibn Hilal al-Askari membedakan antara al-fithnah dan adz-dzaka’, bahwa adz-dzaka’ adalah tamam al-fithnah[9] kecedasan yang sempurna. Al-hadzaqah , di dalam kamus Lisan al-Arab, al-hadzaqah diberi ma’na al-Maharah fi kull amal mahir dalam segala pekerjaan[10]. An-Nubl dan an-Najabah, menurut Ibn Mandzur an-Nubl artinya sama dengan adz-dzaka’ dan an-najabah ya’ni cerdas[11]. An-Najabah, berarti cerdas. Al-Kayyis, memiliki ma’na sama dengan al-aqil cerdas.Rasulullah saw. Mendefinisikan kecerdasan dengan menggunakan kata al-kayyis, sebagaimana dalam hadits berikut عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ [12] رواه الترمذي “Dari Syaddad Ibn Aus, darr Rasulullah saw. Bersabda orang yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya dan beramal untuk persiapan sesudah mati At-Tirmidzi”. Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Ddin pada bab pertama menjelaskan tentang keutamaan akal, bahwa segala yang mulia memilki asas dan segala etika memiliki sumber, asas bagi segala kemuliaan dan sumber bagi segala etika adalah akal. Lebih lanjut Al-Mawardi menyimpulkan definisi akal yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang diketahui secara langsung[13]. Kecerdasan Menurut Al-Quran Apabila kita meneliti ayat-ayat al-Quran, kata-kata yang memiliki arti kecerdasan, sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut di atas, yaitu al-Fathanah, adz-dzaka’, al-hadzaqah, an-nubl, an-najabah, dan al-kayyis tidak digunakan oleh al-Quran. Definisi Kecerdasan secara jelas juga tidak ditemukan, tetapi melalui kat-kata yang digunakan oleh al-Qur’an dapat disimpulkan makna Kecerdasan. Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran adalah kata yang memiliki makna yang dekat dengan Kecerdasan, seperti kata yang seasal dengan kata al-aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-fiqh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr. Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja, seperti kata ta’qilun. Para ahli tafsir, termasuk di antaranya Muhammad Ali Al-Shabuni, menafsirkan kata afala ta’qilun “apakah kamu tidak menggunakan akalmu”[14]. Dengan demikian Kecerdasan menurut al-Quran diukur dengan penggunaan akal atau kecerdasan itu untuk hal-hal positif bagi dirinya maupun orang lain. Kata-kata yang memiliki makna yang dekat mirip dengan Kecerdasan yang banyak digunakan di dalam al-Quran adalah Al–Aql, yang berarti an-Nuha kepandaian, kecerdasan.Akal dinamakan akal yang memilki makna menahan, karena memang akal dapat menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat menghancurkan dirinya[15] .Kata aql tidak pernah disebut sebagai nomina ism, tapi selalu dalam bentuk kata kerja fi’l. Di dalam al-Quran kata yang berasal dari kata aql berjumlah 49 kata, semuanya berbentuk fi’l mudhari’, hanya 1 yang berbentuk fi’l madhi. Dari banyaknya penggunaan kata-kata yang seasal dengan kata aql, dipahami bahwa al-Quran sangat menghargai akal, dan bahkan Khithab Syar’i Khithab hukum Allah hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal. Banyak sekali ayat-ayat yang mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya. Di sisi lain penggunaan kata yang seasal dengan aql tidak berbentuk nomina ism tapi berbentuk kata kerja fi’l menunjukkan bahwa al-Quran tidak hanya menghargai akal sebagai kecerdasan intelektual semata, tapi al-Quran mendorong dan menghormati manusia yang menggunakan akalnya secara benar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sternberg yang dikutip oleh Agus Efendi, “Tes IQ sesungguhnya bukan pada seberapa banyak kecerdasan yang anda miliki dalam otak anda. Akan tetapi bagaimana anda menggunakan kecerdasan yang harus anda buat menjadi dunia yang lebih baik bagi diri anda sendiri, dan orang lain” Walhasil, kecerdasan bukanlah yang anda miliki, Kecerdasan lebih merupakan sesuatu yang anda gunakan[16]. Itulah yang dimaksud dengan kecerdasan majmuk sebagaimana disampaikan oleh Horward Gordner, kecerdasan yang mencakup banyak aspek kehidupan, bukan kecerdasan intelektual semata. Bentuk dari kata aql yang dirangkaikan dalam sebuah kalimat pertanyaan, seperti afala ta’qilun apakah kamu tidak menggunakan akalmu terdapat 13 buah di dalam al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempertanyakan kecerdasan mereka, dengan akal yang sudah diberikan. Al-Lubb atau al-Labib, yang bearti al-aql atau al-aqil, dan al-labib sama dengan al-aql[17]. Di dalam al-Quran Kata al-albab disebut 16 kali, dan kesemuanya didahului dengan kata ulu atau uli yang artinya pemilik, ulu al-albab berarti pemilik akal. Al-bashar, yang berarti indra penglihatan, juga berarti ilmu[18]. Di dalam Kamus Lisan al Arab, Ibn Manzhur mengemukakan bahwa ada pendapat yang mengatakan ; al-bashirah memiliki ma’na sama dengan al-fithnah kecerdasan dan al-hujjah argumntasi[19]. Al-Jurjani mendefinisikan al-Bashirah, adalah suatu kekuatan hati yang diberi cahaya kesucian, sehingga dapat melihat hakikat sesuatu dari batinnya. Para ahli hikmah menamakannya dengan ; al-aqilah an-nazhariyyah wa alquwwah al-qudsiyyah kecerdasan bepikir dan kekuatan suci atau ilahi[20].Abu Hilal al-Askari membedakan antara al-bashirah dan al-ilm ilmu, bahwa al-bashirah adalah kesempurnaan ilmu dan pengetahuan[21]. Di dalam al-Quran, kata yang berasal dari kata al-bashar, dengan berbagai macam bentuk, jumlahnya cukup banyak, yaitu berjumah 142 kata, yang berbentuk kata al-bashir berjumlah 53 kata, hampir kesemuanya menjadi sifat Allah swt. kecuali 6 kata yang menjadi sifat manusia, 4 diantaranya kata al-bashir menjelaskan perbedaan antara manusia yang buta dan melihat. Sedangkan kata bashirah terdapat pada 2 ayat, yaitu pada surah Yusuf 108 dan al-Qiyamah 14. sedangkan kata bashair yaitu bentuk jama’ dari bashirah disebut dalam al-Quran sebanyak 5 kali. Dalam menafsirkan kata bashirah yang ada pada surat Yusuf 108, al-Baghawi dan Sayyid Thanthawi menjelaskan ma’na al-bashirah adalah pengetahuan yang dengannya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah [22]. Kata al-abshar yaitu bentuk jama’ dari al-bashar berjumlah 8 ayat, 3 diantaranya didahului kata ulu mempunyai, ya’ni Surah Ali Imran 13, an-Nur 44, dan al-Hasyr 2. An-Nuha,ma’nanya sama dengan al-aql, dan akal dinamakan an-nuha yang juga memiliki arti mencegah, karena akal mencegah dari keburukan. Kata an-nuha di dalam al-Quran terdapat pada 2 tempat, keduanya ada pada Surat thaha ; 54, 128 dan keduanya diawali dengan kata uli pemilik. Al-fiqh yang berarti pemahaman atau ilmu. Di dalam al-Quran, Kata yang seasal dengan al-Fiqh terdapat pada 20 ayat, kesemuanya menggunakan kata kerja fi’l mudhari’, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman itu seharusnya dilakukan secara terus menerus. Kata al-fiqh juga berarti al-fithnah kecerdasan[23]. Al-Fikr, yang artinya berpikir. Kata yang seakar dengan al-fikr terdapat pada 18 ayat. Kesemuanya berasal dari bentuk kata at-tafakkur, dan semuannya berbentuk kata kerja fi’l, hanya satu yang berbentuk kata fakkara, yaitu pada Surat al-Mudatstsir 18. Al-Jurjani mendefinisikan, at-tafakkur adalah pengerahan hati kepada makna sesuatu untuk menemukan sesuatu yang dicari, sebagai lentera hati yang dengannya dapat mengetahui kebaikan dan keburukan[24]. An-nazhar yang memiliki makna melihat secara abstrak berpikir, Di dalam kamus Taj al-Arus disebutkan termasuk makna an-nazhar adalah menggunakan mata hati untuk menemukan segala sesuatu, an-nazhar juga berarti al-i’tibar mengambil pelajaran, at-taammul berpikir, al-bahts meneliti[25]. Untuk membedakan antara an-nazhar dan al-Ru’yah, Abu Hilal al-Askari memberikan definisi bahwa al-nazhar adalah mencari petunjuk, juga berarti melihat dengan hati [26]. Di dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan an-nazhar lebih dari 120 ayat At-tadabbur yang semakna dengan at-tafakkur, terdapat dalam al-Quran sebanyak 8 ayat. Al-Jurjani memberikan definisi at-tadabbur, adalah berpikir tentang akibat suatu perkara, sedangkan at-tafakkur adalah pengerahan hati untuk berpikir tentang dalil petunjuk[27]. Adz-dzikr yang berarti peringatan, nasehat, pelajaran[28]. Dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan adz-dzikr berjumlah 285 kata, 37 diantaranya adalah yang berasal dari bentuk kata at-tadzakkur yang berarti mengambil pelajaran. 1. Ta’qilun 2. Ya’qilun No. Surat Ayat No. Surat Ayat 1 Al-Baqarah 44 1 Al-Baqarah 164 2 Al-Baqarah 73 2 Al-Baqarah 170 3 Al-Baqarah 76 3 Al-Baqarah 171 4 Al-Baqarah 242 4 Al-Maidah 58 5 Ali Imran 65 5 Al-Maidah 103 6 Ali Imran 118 6 Al-Anfal 22 7 Al-An’am 32 7 Yunus 42 8 Al-An’am 151 8 Yunus 100 9 Al-A’raf 169 9 Al-Ra’d 4 10 Yunus 16 10 Al-Nahl 12 11 Hud 51 11 Al-Nahl 67 12 Yusuf 2 12 Al-Hajj 46 13 Yusuf 109 13 Al-Furqan 44 14 Al-Anbiya’ 10 14 Al-Ankabut 35 15 Al-Anbiya’ 67 15 Al-Ankabut 63 16 Al-Mu’minun 80 16 Al-Rum 24 17 Al-Nur 61 17 Al-Rum 28 18 Al-Syu’ara 28 18 Yasin 68 19 Al-Qashash 60 19 Al-Zumar 43 20 Yasin 62 20 Al-Jatsiyah 5 21 Al-Shaffat 138 21 Al-Hujurat 4 22 Ghafir 67 22 Al-Hasyr 14 23 Al-Zukhruf 3 24 Al-Hadid 17 3. Tubshirun 4. Yubshirun No. Surat Ayat No. Surat Ayat 1 Al-Anbiya’ 3 1 Al-Baqarah 17 2 Al-Naml 54 2 Al-A’raf 179 3 Al-Qashash 72 3 Al-A’raf 195 4 Al-Zukhruf 51 4 Al-A’raf 198 5 Al-Dzariyat 21 5 Yunus 43 6 Al-Thur 15 6 Hud 20 7 Al-Waqi’ah 85 7 As-Sajdah 27 8 Al-Haqqah 38 8 Yasin 9 9 Al-Haqqah 39 9 Yasin 66 10 Al-Shaffat 175 11 Al-Shaffat 179 12 Al-Qalam 5 1. Tafqahun 2. Yafqahun No. Surat Ayat No. Surat Ayat 1 Al-Isra’ 44 1 Al-Nisa’ 78 2 Al-An’am 65 3 Al-An’am 98 4 Al-A’raf 179 5 Al-Anfal 65 6 Al-Taubah 81 7 Al-Taubah 87 8 Al-Taubah 127 9 Al-Kahf 93 10 Al-Fath 15 11 Al-Haswyr 13 12 Al-Munafiqun 3 13 Al-Munafiqun 7 1. Tatafakkarun 2. Yatafakkarun No. Surat Ayat No. Surat Ayat 1 Al-Baqarah 219 1 Ali Imran 191 Al-An’am 50 2 Al-A’raf 176 3 Yunus 24 4 Al-Ra’d 3 5 Al-Nahl 44 6 Al-Nahl 69 7 Al-Rum 21 8 Al-Zumar 42 9 Al-Jatsiyah 13 10 Al-Hasyr 21 1. Tatadzakkarun 2. Yatadzakkarun No. Surat Ayat No. Surat Ayat 1 Al-An’am 80 1 Al-Baqarah 221 Al-Sajdah 4 2 Ibrahim 25 Ghafir 58 3 Al-Qashash 43 4 Al-Qashash 46 5 Al-Qashash 51 6 Al-Zumar 27 7 Al-Dukhan 58 Dari kata-kata tersebut, yang banyak digunakan oleh al-Quran, penulis akan mengungkap berbagai macam kecerdasan menurut al-Quran. Jenis-Jenis Kecerdasan menurut al-Quran Agus Efendi menyimpulkan dari beberapa pendapat ahli, ada 14 lebih jenis kecerdasan 1. Intelligence Quotient Kecerdasan Inteligensi. 2. Multiple Intelligence Kecerdasan Majmuk. 3. Practical Intelligence Kecerdasan Praktis 4. Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional 5. Entrepreneurial Intelligence Kecerdasan Berwiraswasta 6. Financial Intelligence kecerdasan Finansial 7. Adversity Quotient Kecerdasan Advesitas 8. Aspiration Intelligence Kecerdasan Aspirasi 9. Power Intelligence Kecerdasan Kekuatan 10. Imagination Intelligence Kecerdasan Imajinasi 11. Intuition Intgelligence Kecerdasan Intuitif 12. Moral Intelligence Kecerdasan Moral 13. Spiritual Intelligence Kecerdasan spiritual 14. Succesful Intelligence Kecerdasan Kesuksesan 15. Dll[29]. Dari jenis-jenis kecerdasan tersebut penulis akan mencoba mengungkap kecerdasan pada ayat-ayat, yang di dalamnya terdapat kata-kata yang memiliki makna kecerdasan atau dekat dengan makna kecerdasan. Ada 9 jenis kecerdasan, yaitu Kecerdasan Pribadi, Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Sosial, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Visual, Kecerdasan Tubuh, Kecerdasan Kesuksesan, Kecerdasan Kesejarahan, Kecerdasan Moral, Kecerdasan Bahasa, dan kecerdasan finansial Kecerdasn Pribadi. Kecerdasan pribadi personal Intelligence menurut Horward Gordner sebagaimana dukutip oleh Agus Efendi terbagi menjadi dua, yaitu kecerdasan intrapersonal intrapersonal Intelligence dan kecerdasan Interpersonal Iterpersonal Intelligence. Kecerdasan Intrapersonal adalah kecerdasan yang bergerak ke dalam; akses kepada kehidupan perasaan diri sendiri; kecerdasan membedakan perasaan-perasaan secara instan[30]. Kecerdasan pribadi ini banyak dijelaskan di dalam al-Quran, seperti pada Surat Adz-Dzariyst ayat 21 beikut وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ “Dan juga pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan” adz-Dzariyat/52 21 Dengan bentuk pertanyaan, Allah swt. memotivasi manusia agar selalu berusaha mengetahui, mengenali dirinya. Begitu pentingnya dan sentralnya pribadi. Al-Qurthubi menafsirkan ayat tersebut ; apakah mereka tidak melihat, dengan penglihatan tafakkur dan tadabbur sehingga mereka dapat mengambil petunjuk bahwa pada diri merka terjadi peristiwa dan perubahan. Apabila manusia tidak berpikir dengan peringatan ini bahwa Allah telah memberikan akal pada dirinya, yang dengannya dapat mengatur dan mengerahkan segala sesuatu. Berpikir awal mula kejadiannya, diciptakan dari sperma kemudian berubah menjadi segumpal darah, kemudian berubah menjadi segumpal daging. Perubahan dari muda menjadi tua. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya itu tidaklah terjadi dengan sendirinya, tetapi itu semua atas kehendak Allah swt. Panca Indra manusia adalah lebih mulia dibanding bintang yang menerangi. Pendengaran dan penglihatan laksana matahari dan rembulan di dalam menemukan hal-hal yang perlu diketahui. Semua anggota badannya itu akan hancur. Otot-ototnya laksana sungai-sungai, sedang jantungnya laksana mata air yang akan mengalir ke sungai-sungai itu. Kandung kemih laksana lautan, tulang laksana gunung. Anggota badan laksana pepohonan, maka sebagaimana setiap pohon memiliki daun dan buah demikian pula setiap anggota badan memiliki perbuatan dan pengaruh. Rambut di badan laksana pohon-pohon kecil dan rumput Segala apa yang ada di jagad raya ini ada padanannya di alam kecil yaitu badan manusia[31]. Kecerdasan pribadi ini mencakup kemampuan manusia dalam mencermati penciptaan dirinya, Allah swt. menciptakan bentuk tubuh manusia yang sangat sempurna, seperti yang telah diungkapkan di atas, juga kemampuan mencermati dan menganalisa prilaku dirinya. Ayat berikut juga memberikan dorongan kepada manusia agar ia memiliki Kecerdasan Pribadi, Yaitu pada Surat al-Baqarah 44 dan 242, أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang kamu melupakan diri kewajibanmu sendiri padahal kamu membaca Al-Kitab Taurat ? Maka tidakkah kamu berpikir” Al-Baqarah/2 44 Allah swt. mengingatkan kepada manusia agar memiliki kemampuan introspeksi terhadap dirinya sendri, Juga memahami hak dan kewajibannya. Surat Yasin 62 memberikan peringatan agar manusia memilki kemampuan membentengi diri dari godaan setan. Dan Surat al-mulk 10 mengingatkan kepada manusia, sebelum menyesal, untuk menggunakan potensi akal dan pendengarannya dalam meningkatkan keimanannya. Kecerdasan Emosional. Kecerdasan Emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kamampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Emosi merupakan salah satu dari trilogi mental yang terdiri dari ; kognisi, emosi, dan motivasi. Menurut Paul Ekman, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, ada enam 6 jenis emosi dasar, yaitu ; anger marah, fear takut, surprise kejuan, disgust Jengkel, happiness kebahagiaan, dan sadness kesedihan. Agus Efendi juga mengutip pendapat Daniel Goleman yang mempunyai daftar emosi yang relatif lengkap. Daftar emosi tersebut berikut cabang-cangnya adalah sebagai berikut 1. Amarah Anger ; beringas fury, mengamuk autrage, benci resentment, marah besar wrath, jengkel exasperation, kesal hati indigination, terganggu vexation, rasa pahit acrimony, berang animosity, tersinggung annoyance, bermusuhan irritability, kekerasan hostility, kebencian patologis violence. 2. Kesedihan Sadness pedih grief, sedih sorrow, muram cheerlessness, suram gloom, melankolis melancholy, mengasihani diri self-pity, kesepian leneliness, ditolak dejection, putus asa despair, depresi berat depression. 3. Rasa takut Fear cemas anxiety, takut apprehension, gugup nervouness, khawatir concern, waswas consternation, perasaan takut sekali misgiving, khawatir wariness, waspada qualm, sedih edgness, tidak tenang dread, ngeri frigth, takut sekali terror, sampai dengan paling parah, fobia phobia, dan panik panic. 4. Kenikmatan Enjoyment bahagia happiness, gembira joy, ringan relief, puas contentment, riang blis, senang delight, terhibur amusement, bangga pride, kenikmatan indrawi sensual pleasure, takjub thrill, rasa terpesona rapture, rasa puas gratification, rasa terpenuhi satisfaction, kegiranga luar biasa euphoria, senang whismy, senang sekali ecstasy, hingga yang ekstrim, mania mania. 5. Cinta Love penerimaan acceptance, persahabatan friendliness, kepercayaan trust, kebaikan hati kindness, rasa dekat affinity, bakti devotion, hormat adoration, kasmaran infatuation, kasih agape. 6. Terkejut Surprise terkejut shock, terkesiap astonishment, takjub amazement, terpana wonder. 7. Jengkel Disgust hina contempt, jijik disdain, muak scorn, benci abborrence, tidak suka aversion , mau muntah distaste, tidak enak perasaan revulsion. 8. Malu Shame rasa salah guilt, malu hati ambarrassment, kesal hati chogrin, sesal remorse, hina humiliation, aib regret, hati hancur lebur mortification, perasaan sedih atau dosa yang mendalamn cotrition[32]. Al-Quran menjelaskan berbagai macam emosi tersebut, tetapi yang ingin penulis ungkap dalam tulisan ini adalah adalah Kecerdasan Emosional EQ yang diungkap oleh Al-Quran dalam ayat-ayat yang diberi stressing dengan menggunakan kata yang memiliki makna kecerdasan seperti tafakkur dan sejenisnya, seperti pada Surat al-Rum 21 beikut ; وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar tgerdapat tanda-tanda bagi kaum Yang berfikir” Al-Rum/30 21. Pada ayat tersebut, Allah swt. mengingatkan kepada orang-orang yang berfikir, bahwa mereka telah diberikan nikmat cinta dan kasih sayang, yang mesti dikelola dengan sebaik-baiknya. Apabila mereka menggunakan kecerdasan emosionalnya dengan mengendalikan emosinya, mengelola cintanya dengan sebaik-baiknya, maka akan melahirkan kedamaian dan ketentraman. Allah swt. juga menjelaskan bentuk emosi yang lainnya dalam Surat al-Baqarah 76 berikut وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آَمَنُوا قَالُوا آَمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata “Kamipun telah beriman”; tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata “Apakah kamu menceritakan kepada mereka orang-orang mu’min apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan tuhanmu; tidakkah kamu mengerti” Al-Baqarah/2 76 Ayat tersebut sama dengan firman Allah swt. Ali Imran 118 diakhiri dengan kata “afala ta’qilun” dan “in kuntum ta’qilun” membrikan dorongan agar memiliki kecerdasan emosional, artinya mengendalikan dan mengelola emosi ketika berhadapan dengan orang-orang munafik. Orang munafik adalah orang yang sangat berbahaya, lebih berbahaya jika dibandingkan dengan orang kafir, sebagaimana diungkapkan keburukan dan kejahatannya itu di awal Surat al-Baqarah ayat 8 – 20. Rasulullah saw. Bersabda آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان[33] “Tanda orang munafiq ada tiga perkara apabila bicara dia bohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya ia mengkhiyanati” Bukhari. Hadits ini mengingatkan kepada kita, agar berhati-hati dalam bersikap menghadapi orang munafik Ayat berikut menjelaskan bentuk Kecerdasan Emosional yang lain الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ “Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats. Berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” Al-Baqarah 197 Ayat tersebut memanggil orang-orang yang berakal uli al-albab agar dapat mengendalikan emosi di saat melaksanakan ibadah haji, pada saat itu bertemu banyak orang dari berbagai bangsa dan negara, yang berbeda watak, kultur, dan tradisi. Pengendalian emosi dalam berbicara, tidak berbicara yang tidak baik dan tidak bermanfaat, juga tidak membalas perkataan orang lain yang tidak baik. Al-Quran Surat al-Thalaq 10, Allah memanggil uli al-albab orang-orang yang berakal al-Hasyr 2, Allah memanggil dengan uli al-abshar dan al-An’am 65 Allah swt. menggunakan kata “yafqahun” menjelaskan agar manusia memiliki kecerdasan dalam pengelolaan emosi, rasa takut, takut dari siksa Allah swt. Al-Quran memberikan rasa takut indzar kepada orang-orang yang durhaka, bahwa mereka mendapat murka dan siksaan Allah, dan juga memberikan kabar gembira atau rasa senang tabsyir kepada orang-orang yang bertakwa kepada Allah swt. Dengan adanya rasa takut dan gembira dalam diri menusia maka ada keseimbangan emosional dalam diri manusia. Kecerdasan Spiritual. Kecedasan Spiritual Spiritual Quotion adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandinkan dengan yang lain. Kecerdasan yang menfasilitasi suatu dialog antara akal dan emosi, antara pikiran dan tubuh, menyediakan titik tumpu bagi pertumbuhan dan perubahan, menyediakan pusat pemberi makna yang aktif dan menyatu bagi diri[34]. SQ adalah kecerdasan yang berada di bagian diri yang dalam, berhubungan dengan kearifan di luar ego atau pikiran sadar. SQ adalah kecerdasan yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada, tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. SQ adalah pemahaman kita, yang mendalam dan intuitif akan makna dan nilai. SQ adalah hati nurani kita, yang mampu membuat kita menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. “apabila anda memilki Kecerdasan Spiritual, anda menjadi lebih sadar tentang gambaran besar’ atau gambaan menyeluruh’ tentang diri sendiri, jagad raya, dan kedudukan serta panggilan terhadap anda di dalamnya. Begitu tulis Tony Buzan yang dikutip oleh Agus Efendi[35]. Kecerdeasan Spiritual, menurut psikolog University of Californa, Davis Robert Emmons, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, memilki komponen-komponen kecerdasan, yaitu 1. Kemampuan mentransendensi, Orang-orang yang sangat spiritual menyerap sebuah realitas yang melampaui materi dan fisik. 2. Kemampuan untuk menyucikan pengalaman sehari-hari. Orang yang cerdas secara spiritual memiliki kemampuan untuk memberi makna sakral atau ilahi pada pelbgai aktivitas, peristiwa, dan hubungan sehari-hari. 3. Kemampuan untuk mengalami kondisi-kondisi kesadaran puncak. Orang-orang yang cerdas secara spiritual mengalami ekstase spiritual. Mereka sangat perseptif terhadap pengalaman mistis. 4. Kemampuan untuk menggunakan potensi-potensi spiritual untuk memecahkan pelbagai masalah. Transformasi spiritual seringkali mengarahkan orang-orang untuk memerioritaskan ulang pelbagai tujuan. 5. Kemampuan untuk terlihat dalam pelbagai kebajikan. Orang-orang yang cerdas spiritual memiliki kemampuan lebih untuk menunjukkan pengampunan, mengungkapkan ras terima kasih, merasakan kerendahan hati, dan menunjukkan rasa kasih[36]. Ayat berikut menjelaskan kecerdasan Spiritual, Surat Ali Imran 190-191 إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ 190 الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 191 “ Juga ayat berikut, Surat Al-Baqarah 164 إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati kering-nyadan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan” al-Baqarah 164. Juga pada ayat berikut, Surat Al-Maidah 58 وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ “Dan apabila menyeru mereka untuk mengerjakan shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal” Al-Maidah/5 58 Pada tiga ayat tersebut di atas dan juga banyak ayat-ayat lain, seperti Surat al-Syu’ara/26 28, al-Ra’d/13 4 dn 19, al-Nahl/16 12 dan 67 , al-Rum/30 24, al-Jatsiyah45 5 , al-Ankabut/29 63, Allah swt. mengingatkan kepada manusia agar berfikir secara cerdas dengan firmannya “uli al-albab“orang yang memiliki akal , “qaum ya’qilun” kaum yang memikirkan, agar segala apa yang ada di jagad raya ini, sperti langit, bumi, pergantian malam dan siang, aneka ragam pepohonan dan hewan flora dan fauna, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi, seperti banjir, gempa bumi dan sebagainya hendaknya dapat meningkatkaan Kecerdasan Spiritual membaca tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Allah swt. Ayat berikut, Surat Yunus 16 juga bicara tentang kecerdasan spiritual قُلْ لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ وَلَا أَدْرَاكُمْ بِهِ فَقَدْ لَبِثْتُ فِيكُمْ عُمُرًا مِنْ قَبْلِهِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ Kecerdasan spiritual mengimani al-Quran, bahwa kehidupan nabi 40 tahun sebelum turun wahyu yang mereka saksikan menjadi saksi kebenaran al-Quran dari Allah, bukan dari kamu tidak menggunakan akalmu untuk merenung dan berfikri agar kamu mengetahui bahwa sesungguhnya al Qur’an yang mengandung mu’jizat ini adalah dari Allah. Oran-orang kafir menyaksikan kehidupan Nabi Muhammad dari kecil sampai masa diturnkannya al-Quran , mereka mengetahui prilaku Muhammad, yang tidak pernah menelaah kitab, tidak pernah berguru, kemudian setelah umur 40 tahun turun al-Qur’an yang mengandung mu’jizat, mengandung ilmu-ilmu dasar , dasar-dasar ilmu hukum , ilmu akhlak, cerita-cerita masa lalu, cendikiawan dan ahli bahasa tidak mampu menandinginya, maka setiap orang yang memiliki akal yang sehat pasti mengtahui bahwa kitab al-Quran seperti itu pasti wahyu dari Allah[37]. Kecerdasan Visual Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memberikan gambar-gambar dan imagi-imagi, serta kemampuan dalam mentransformasikan dunia visual-spasial. Keterampilan menghasilkan imagi mental dan menciptakan representasi grafis, berfikir tiga dimensi. Pusat kecerdasan spasial adalah kemampuan mempersepsi dunia visual dengan akurat, mentransformasi dan memodifikasi pengalaman visual seseorang, bahkan ketika tidak ada rangsangan fisikal yang relevan. Howard Gordner menyimpulkan Kecerdasan Visual, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, sebagai berikut “Bahwa pandangan kecerdasan spasial ini, kita telah menemukan bentuk kedua dari kecerdasan yang terlibat dengan objek. Berbeda dengan pengetahuan logis-matematis yang mencakup jalan perkembangannya dengan meningkatkan abstraksi, kecerdasan spasial tetap terkait-terikat pada dunia nyata secara fundamental, terkait dengan dunia objek, dan lokasinya berada di dunia [38]. Ayat yang mengungkap Kecerdasan Visual ini antara lain, Surat Al-Ra’d ayat 3, dan Surat وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ “Dan Dia lah Yang menjadikan bumi terbentang luas, dan menjadikan padanya gunung-ganang terdiri kukuh serta sungai-sungai yang mengalir. dan dari tiap-tiap jenis buah-buahan, ia jadikan padanya pasangan dua-dua. ia juga melindungi siang Dengan malam silih berganti. Sesungguhnya semuanya itu mengandungi tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum Yang mahu berfikir. 3 Juga ayat berikut, Surat Qaf 7 dan 8 وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ 7 تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ 8 “Dan juga keadaan bumi ini, bagaimana Kami bentangkan Dia sebagai hamparan, dan Kami letakkan padanya gunung-ganang Yang terdiri kukuh, serta Kami tumbuhkan padanya pelbagai jenis tanaman Yang indah subur? Kami adakan semuanya itu untuk menjadi perhatian dan peringatan, yang menunjukkan jalan kebenaran, kepada tiap-tiap seorang hamba Allah Yang mahu kembali kepadanya dengan taat dan berbakti. Qaf /50 7-8 Dua ayat tersebut memerintahkan kapada manusia agar melihat dan merenungkan keindahan jagad raya ciptaan Allah. Kecerdasan Tubuh. Agus Efendi mengutip pendapat, Tony Buzan bahwa kecerdasan tubuh adalah kemampuan memahami, mencintai dan memelihara tubuh, dan membuatnya berfungsi seefisien mungkin untuk anda. Dengan kata lain, Kecerdasan Tubuh adalah Kecerdasan Atletik dalam mengontrol tubuh seseorang dengan sangat cermat. Oleh karena itu, ditegaskan oleh Buzan bahwa jika kita memiliki kecerdasan Fisik yang tinggi maka kita akan memahami hubungan antara otak dan tubuh, men sana in corpore sano, pikiran yang sehat terdapat dalam badan yang sehat, Sebaliknya, badan yang sehat berada dalam pikiran yang sehat Agus Efendi 2005 152. Al-Quran memberikan petunjuk kepada manusia, agar memilki kecerdasan memeliharaha badannya, sehingga terhindar dari hal-hal yang membahayakan badannya, seperti al-Quran Surat al-Baqarah ayat 219 berikut يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ “Mereka bertanya tentang khamar dan judi. Katakanlah “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan ?. Katakanlah “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” Al-Baqarah/2 219. Juga ayat berikut, Surat Yasin 68 وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلَا يَعْقِلُونَ “Dan barangsiapa yang kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadiannya. Maka apakah mereka tidak memikirkan” Yasin/36 68 Kecerdasan Kesuksesan. Mengutip pendapat Vanwyck Agus Efendi, mengemukakan; Sukses adalah suatu pilihan, perkembangan, prestasi, bersifat personal, dan etik. Dengan kata lain, sukses adalah penyelesaian sesuatu dan pencapaian tujuan tertentu yang dipilih[39]. Dengan demikian, sebelum sukses, setiap orang harus menentukan pilihannya atau tujuannya terlebih dahulu. “Apa tujuan Anda” ? . Untuk menjadi cerdas sukses seseorang harus berpikir dengan tiga cara analitis, kreatif, dan praktis. Ketiga aspek Kecerdasan Kesuksesan tersebut saling berhubungan. Kecerdasan analitis diperlukan untuk memecahkan masalah dan menilai gagasan. Kecerdasan Kreatif diperlukan untuk menformulasikan masalah dan gagasan yang baik di tempat yang pertama. Sedangkan kecerdasan praktis digunakan untuk menggunakan gagasan dan analisis-analisisnya dengan cara yang efektif dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan Kesuksesan itu paling efektif ketika ia menyeimbangkan ketiga aspek analitis, kreatif dan praktis. Dalam bukunya adversity Quotient, John Paul Stolz menyebutkan, sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, bahwa kinerja, bakat, kemauan, karakter, kesehatan, kecerdasan, faktor genetis, pendidikan, dan keyakinan adalah kunci-kunci kesuksesasan hidup seseorang [40]. Ayat berikut salah satu contoh Kecerdasan Kesuksesan, al-Maidah /5 100 قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Katakanlah “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan” al-Maidah/5 100. Ayat tersebut di atas memberikan motivasi kepada orang-orang yang berakal agar menggunakan kemampuan kecerdasannya untuk membedakan yang baik dan yang buruk, sehingga akan sukses dan beruntung dalam hidupnya. Kecerdasan Moral. Kecerdasan Moral berarti Kemampuan seseorang untuk melalukan hubungan dan komunikasi yang baik dengan orang lain. Ayat-ayat al-Quran yang di dalamnya menyinggung orang-orang yang memiliki akal kecerdasan yang terkait dengan moral seperti Surat al-Hujurat Ayat 4 إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar mu kebanyakan mereka tidak mengerti “ al-Hujurat /49 4 Juga dalam ayat berikut, Surat Al-Qalam 5 وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ 4 فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُونَ 5 “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat, dan mereka orang-orang kafirpun akan melihat” 4-5 Kecerdasan Bahasa. Kecerdasan bahasa berarti kemampuan menggunakan kata-kata secara terampil dan mengekspresikan konsep-konsep secara fasih fluently. Menurut Howard Gordner, sebagaimana dikutip oleh Agus efendi, kecerdasan linguistik antara lain ditunjukkan oleh sensitivitas terhadap fonologi, penguasaan sintaksis, pemahaman semantik dan pragmatik [41]. Sangat banyak ayat-ayat yang memotivasi agar manusia memiliki kecerdsan bahasa, terutama bahasa al-Quran. Di antara kata yang banyak digunakan adalah kata tadabbur yang berarti merenungkan dan memahami, seperti pada Surat Al-Nisa’ 82 أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran ? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” Al-Nisa’ 82 Juga pada Surat Al-Mu’minun 68 Shad 29, dan Muhammad 24. Kemudian Al-Quran juga menggunakan kata ya’qilun dan ta’qilun dalam memotivasi Kecerdasan Bahasa, seperti pada ayat-ayat beikut Al-An’am 151, al-Rum 28, Al-Baqarah 171, al-Anfal 22, Yunus 42, Dn Al-Zukhruf 3 . Ada juga yang menggunakan kata yatafakkarun serti pada Surat Al-An’am 50, Al-Nahl 44, Al-Hasyr 21, dan Yunus 24. Ada pula yang menggunakan kata ulu al-albab seperti pada Surat Ali Imran 7, Al-Zumar 18, dan Shad 29. kecerdasan finansial Kecerdasan Finansial adalah kecerdasan atau kemampuan seseorang dalam mengelola keuangannya, dari mana harta itu didapatkan, halal atau haram, dan bagaimana cara mengelolanya, tidak bakhil dan tidak mubazir. Tidak mudah tergiur dan tertipu dengan gemerlap kehidupan dunia yang bersifat meterialistik, sehingga mengaburkan pandangan rasionalitasnya. Ayat-ayat yang memotivasi kecerdasan finansial sangatlah banyak, akan tetapi ayat yang di dalamnya terdapat kata yang memilki makna cerdas atau sejenisnya ada pada ayat berikut, kata afala ta’qilun terdapat pada 3 ayat berikut ini; Surat al-A’raf 169 فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَذَا الْأَدْنَى وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ الْكِتَابِ أَنْ لَا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا فِيهِ وَالدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Maka datangkanlah sesudah mereka generasi yang jahat yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata “kami akan diberi ampun”. Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu pula, niscaya mereka akan mengambilnya juga. Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya. Dan kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti” Al-A’raf/7 169 Juga Surat al-Qashash 60 وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah keni’matan hidup duniawi dan pehiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya “ al-Qashash/28 60 Juga ayat beriktu, Surat Hud 51 يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkannya” Hud/11 51 Kecerdasan melihat seorang nabi yang mengajak kepada kebaikan tanpa mengharap balasan apapun dari mereka adalah seorang pememberi nasehat yang dapat dipercaya. Sumber Kecerdasan Kecerdasan berarti Suatu kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir tidaklah muncul begitu saja dalam diri manusia, namun perlu adanya suatu proses, sehingga membentuk pikiran atau kecerdasan pada diri seseorang. Ibrahim El-Fiky dalam bukunya Quwwat Tafkir, yang diterjemahkan oleh Khalifurrahman Fath dann M. Taufik Damas, mengatakan bahwa Berpikir itu sederhana dan hanya butuh waktu sekejap, namun ia memiliki proses yang kuat dari tujuh sumber yang berbeda. Tujuh Sumber yang memberi kekuatan luar biasa pada proses berpikir dan menjadi refrensi bagi akal yang digunakan setiap orang, yaitu 1. Orang Tua. 2. Keluarga. 3. Masyarakat. 4. Sekolah. 5. Teman. 6. Media Massa. 7. Diri Sendiri [42]. Al-Quran memberikan isyarat bahwa ada 3 sumber Kecerdasa, yaitu; 1. Keimanan atau keyakinan, apa yang diyakininya akan menjadi inspirasi dan motivasi seseorang untuk membentuk kecerdasan atau kemampuan bepikir. 2. Ilmu, Dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah, yang terhampar di jagad raya, maka manusia akan memilki pikiran dan kecerdasan. 3. Sejarah, yaitu pengalaman pribadinya pada masa lalu, juga peristiwa- peristiwa dan sejarah umat terdahulu. Oleh karena itu, Al-Qur’an sangat banyak mengingatkan kepada manusia agar memilki kemampuan mengambil pelajaran sejarah umat terdahulu, sehingga sepertiga isi al-Quran adalah berupa al-Qashash cerita-cerita, juga mendorong kamampuan manusia melihat masa lalunya sendiri untuk dijadikan pelajaran buat masa depan, sebagaimana pada Surat al-Hasyr 18 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnyauntuk hari esok akhirat. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” Al-Hasyr/59 18. Juga pada ayat berikut, Surat Al-Hajj 46 أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آَذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” Al-Hajj/22 46 Juga pada ayat berikut, Surat Yusuf/12 46 وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَدَارُ الْآَخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka yang mendustakan rasul dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya” Yusuf/12 109 Dari tiga ayat tersebut di atas, Al-Quran memberikan peringatan kepada manusia agar menggunakan kemampuan daya pikirnya dan kecerdasannya untuk memahami sejarah dan pengalaman masa lalunya. Dari ayat tersebut, Surat Al-Hajj 46, manusia juga didorong untuk mengasah kecerdasannya dan ketajaman mata hatinya, sehingga mata hatinya tidak buta. Karena kebutaan mata hati sangat berbahaya. Ayat-ayat lain yang memotivasi untuk kecerdasan kesejarahan adalah ; Surat al-Baqarah 170,al-A’raf 176, Yusuf 111, dan al-Ankabut 35. Penutup Al-Quran banyak memberikan motivasi kepada manusia agar memiliki kecerdasan, bukan kecerdasan intelektual semata, yang sifatnya logis-matematis, akan tetapi kecerdasan majmuk, ya’ni kecerdasan mencakup berbagai aspek kehidupan. Kecerdasan yang dimaksudkan oleh Al-Quran adalah kecerdasan menggunakan kemampuan akalnya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain. ENDNOTE [1] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Bandung, Alfabeta, 2005, Cet. I, h. 58 [2] .Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ Menyingkap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Al-Quran dan Neurosains Mutakhir, Bandung, Mizan Pustaka, 2008, Cet. I, h. 18. [3] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan, h. 58. [4] . Agus Efendi, h. 4 [5] . Agus Efendi, h. 81 [6] . Agus Efendi, h. 83 [7] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, Beirut, dar Shadir, 1882, Cet. I, Juz 13, h. 323. [8] .lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, h. 287. [9] .lihat Abu Hilal al-“Askari, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, al-Maktabah asy-Syamilah, Juz 1, h. 166. [10] .lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, h. 40. [11] .lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, h. 640. [12] .At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Beirut, Dar al-Arab al-Islami, 1998, Juz 4, h. 638. [13] .lihat Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, Beirut, Dar al-Fikr, 1995, h. 19 [14] . lihat Muhammad Ali Al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, Beirut, Dar al-Fikr, 1988, Juz I, h. 576. [15] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, h. 343. [16] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 160. [17] .lihat Muhammad Ibn Abu Bakar al-Razi, Mukhtar ash-Shahah,Beirut, Maktabah Lubnan Nasyirun, 1995, Juz I, h. 612. [18] . lihat Al-Jauhari, ash-Shihah fi al-Lughah, al-Maktabah asy-Syamilah, Juz 1, h. 44. [19] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, Lisan al-Arab, Beirut, dar Shadir, 1882, Cet. I, Juz 4, h. 64. [20] .lihat Al-Jurjani, at-Ta’rifat, al-Maktabah asy-Syamilah, Juz I, h. 14 [21] .lihat Abu Hilal al-“Askari, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, al-Maktabah asy-Syamilah, Juz 1, h. 102. [22] .lihat Abu Muhammad al-Husain Ibn Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, Dar Thayyibah, 1997, Cet. IV, Juz 4, h. Sayyid Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith, al-Maktabah asy-Syamilah, Juz 1, h. 2353. [23] . lihat Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzhur al-Afriqi al-Mashri, h. 522. [24] . lihat Al-Jurjani, at-Ta’rifat, h. 20. [25] .lihat Muhammad Ibn Muhammad Ibn Abd. Al-Razzaq, Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, Al-Makatabah asy-Syamilah, Juz. 1, h. 3549. [26] . lihat Abu Hilal al-Askari, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, h. 543. [27] . lihat Al-Jurjani, at-Ta’rifat, h. 76., [28] .Muhammad Ibn Ya’qub al-Fairuzzabadi, al-Qamus al-Muhith, al-Maktabah asy-Syamilah, Juz 1, h. 508. [29] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 58. [30] . Agus Efendi, h. 156. [31] .Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abi Bakr al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Quran, al-Maktabah asy-Syamilah, Juz II, h. 202. [32] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 177. [33] .Al-Bukhari, al-Jami’ ash-Shahih, Beirut , Dar Ibn Katsir, 1987, Cet. III, Juz 1, h. 21. [34] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 216. [35] . Agus Efendi, h. 209. [36] . Agus Efendi, h. 244. [37] . Muhammad Ali Al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, h. 576. [38] . Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, h. 177. [39] . Agus Efendi, h. 248. [40] . Agus Efendi, h. 96. [41] . Agus Efendi, h. 141. [42] . Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif, Terj. Khalifurrahman Fath dan M. Taufik Damas, Jakarta, Zaman, 2009, Cet. II. h. 7
ABSTRAK Selain pengendalian amarah, kecerdasan emosional juga mampu mengontrol dosa verbal tanpa sadar seperti dosa verbal dalam dunia virtual. Perkembangan tekhnologi yang mampu menembus batas-batas privasi, menjadikan manusia mudah mengakses dan menyalurkan emosinya. Ekspresi emosi bisa terjadi tiap saat, tanpa batasan waktu diberbagai media sosial seperti whattsapp, twitter, Instagram. Inilah sebuah kondisi dimana manusia dituntut untuk memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Penggunaan emoticon atau emotional dan sticker gambar yang merupakan ekspresi emosi masing-masing orang menunjukkan kemampuan seseorang dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Namun kesalah fahaman dalam menerjemahkan emoticon juga akan mudah tergelincir pada dosa verbal yang tak disadari seperti fenomena ghibah Kata kunci Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Verbal; Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... Akhlakul karimah is the realization of emotional intelligence, and it has been explicitly mentioned in the Qur'an and Hadith Ramayulis, 1997;Masjudin & Syahyudin, 2017. In Islamic perspective, it turns out that several researchers and academicians such as Rahman & Abdullah 2012;Santra, 2016;Masjudin & Syahyudin, 2017;Hamdan, 2017 use the same indicator as Goleman 1995. Rahman & Abdullah 2012 stated that in Islam, there are two sources used as the main reference, namely Qur'an and Hadith. ...... This is because the Muslims believe that the answer to overcome any problems is all sourced from these two references. This study refers to the indicator used by Masjudin & Syahyudin, 2017;Hamdan, 2017 that in measuring emotional intelligence in Islamic perspective is measured using ...... Muraqabah is a process in one self when they watch their deeds with a sharp eye. Muhasabah is the process of assessing and weighing the good and bad deeds that have been done, or also called as self-correction Hamdan, 2017. 2. Ability to manage emotion/patient. ... Muafi UiiThis study aims to examine and analyze the influence of emotional intelligence in Islamic persepctive on affective commitment moderated by “diuwongke” in Islamic perspective. This study uses quantitative approach with the sample of public banks employees in Central Java who has Islam religion. The sampling technique is using purposive sampling with certain criteria, and the data is collected through questionnaire distribution. The statistical technique is carried out using regression moderation. The results of this study prove that 1 Emotional intelligence in Islamic perspective has a positive and significant influence on affective commitment; and 2 “Diuwongke” in Islamic perspective can strengthen the relationship between emotional intelligence in Islamic perspective on affective commitment... Tetapi Raisa mengungkapkan emosi dengan tutur kata yang kasar terhadap pekerjaannya sebab kesal. Hal tersebut tidak sesuai karena kecerdasan emosi dilakukan dengan mengekspresikan emosinya dengan menahan diri dari perkataan yang buruk Sarnoto & Rahmawati, 2020. Kebebasan mencari pengalaman merupakan memberikan segala sesuatu tanpa adanya tekanan, sesuai dengan apa yang diharapkan Hair & Atnawi, 2022. ...Shabrina Amelia Mubiina AhNur Aini PuspitasariPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kritik sastra psikologi dalam mengungkapkan kecenderungan untuk aktualisasi, pengembangan diri manusia dewasa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan teknik analisi isi. Pendekatan yang digunakan teori kritik sastra psikologi Carl Rogers. Analisis data dilakukan dengan mencatat kutipan dalam novel Relung Rasa Raisa yang mengandung kritik psikologi sastra, mengumpulkan data berdasarkan instrument penelitian yang telah ditemukan ke dalam tabel data dan terakhir menganalisis data yang sudah dipilah berdasarkan teori Carl Rogers. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu analisis kejiwaan pada novel Relung Rasa Raisa karya Lea Agustina Citra meliputi; 1 konsep aktualisasi diri berupa mewujudkan cita-cita tokoh 2 pengembangan konsep diri berupa tokoh mampu menerima kondisi yang terjadi 3 Konsep manusia dewasa pada novel ini yaitu Raisa dapat menjalani kehidupan dan memanfaatkan peluang yang ada dengan tekad kuat. Adapun kritik terhadap novel Relung Rasa Raisa yaitu terdapat pada kecenderungan untuk mengaktualisasi tokoh Raisa yang sudah tidak mempelajari bahasa Jerman karena kecewa atas diri sendiri. Lalu pengembangan konsep diri pada Raisa yang mudah berbohong karena terdapat pengaruh dari orang tua. Manusia dewasa pada novel ini terdapat penilaian pada tokoh Raisa yang tidak mampu mengelola emosi dengan cara mengepalkan tangan dan labil dalam Kunci Kritik Sastra, Novel Relung Rasa Raisa, Psikologi Sastra... penanaman nilai-nilai Ilahiyah dalam kecerdasan komunikasi verbal dalam al-Qur'an diharapkan akan menekan bahkan menghilangkan berbagai macam konflik, sehingga tujuan hidup yang bahagia dapat ikut memberi andil negara dalam menciptakan pembangunan manusia seutuhnya Sarnoto & Rahmawati, 2020. ...Sri Tuti RahmawatiThis study examines the concept of Communication and Culture Education. The study of cross-cultural communication cannot be separated from culture because in cross-cultural communication the communication participants are faced with the problem of cultural differences. This type of research uses a descriptive type which aims to make a systematic, factual and accurate description or picture of facts, characteristics and the relationship between phenomena in the object of research according to the problems studied. The results of this study are; a. Communication Relations with Culture, b. The Cruciality of Cultural Differences, c. Prejudice. The situation in cross-cultural communication is so dynamic and evolving and sometimes not free from stereotypes. In cross-cultural communication there is an exchange between one culture and another. The cultural pressure point in the context of cross-cultural communication has more to do with immaterial cultural aspects, such as language, traditions, habits, customs, moral norms and values, ethics, ideas, religion, arts, beliefs, and so on.... Rahmawati1 & Sarnoto, 2020 Adapun manusia yang menjadi bagian dari dua kedudukan tersebut, sangat ditentukan oleh proses pembelajaran yang dijalaninya di dunia, dimana pembelajaran tersebut akan menciptakan suatu kecerdasan dalam dirinya. Charisma, 1991 Dalam Al-Qur'an juga banyak ayat yang memberikan isyarat sebagai term kecerdasan, Sarnoto & Rahmawati, 2020 diantaranya adalah adanya akal. Akal berasal dari kata kerja 'aql dalam bentuk ta'qilūn atau ya'qilūn merupakan kata bentukan kemampuan untuk belajar dari pengalaman, dan 2 kemampuan untuk berdaptasi dengan lingkungan sekitar Yusuf, 2014. ...Taufik Nugroho Ahmad Zain SarnotoSiti Maria UlfaThis research is motivated by the phenomenon of the tendency of people who have experienced apathy, individualism, and have lost their social sensitivity. Society is trapped in an attitude of prioritizing personal desires and disregarding the interests of others so that contemporary problems are born in today's society. Every individual should not only be concerned with the benefit of himself, while he mentions the problems that exist in his environment. This study will examine the terms of the Qur'an which are related to social intelligence. In this research, we will present a random interpretation of several verses of the Qur'an that are relevant to the theme of the discussion. The method used in this research is literature study with a thematic interpretation approach. The results of this study will reveal verses in the al-Qur'an that are relevant and related to social intelligence.... Pandangan yang pertama dari Alfred Binet, merupakan tokoh perintis pengukuran intelegensi. Binet, menjelaskan bahwa intelegensi merupakan kemampuan mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, artinya individu mampu menetapkan tujuan untuk dicapainya goal setting, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila dituntut demikian artinya individu mampu melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan tertentu adaptasi, dan kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autokritik artinya individu mampu melakukan perubahan atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya atau mampu mengevaluasi dirinya sendiri secara obyektif Sarnoto & Rahmawati, 2020. ... Ahmad Zain SarnotoSiti Maria UlfaThis study concluded that social intelligence is a person's ability to understand other people and care about the social environment. This is based on the two dimensions of social intelligence from the perspective of the Koran that the authors found, namely the feeling dimension affective aspect and the action dimension psychomotic aspect. In the feeling dimension affective aspect consists of empathy and sincerity, while the action dimension psychomotic realm consists of helping, friendship, caring and communication. This means that the Qur'an describes the balance between habl ma'a Khaliqih and habl ma'a ikhwanih. Thus, this Quran-based cooperative learning model can help improve children's social intelligence. Cooperative learning is a learning model using a system of grouping students, who have different academic backgrounds, gender, race, or ethnicity heterogeneous. Cooperative learning can form interpersonal skills because there are elements of working together, helping each other, helping out and discussing. This is based on the two indicators of cooperative learning in the perspective of the Qur'an that the author found, namely helping and deliberation. The approach used in this study is a qualitative approach. While the method used is a thematic interpretation method. The data collection technique used is through literature studyPurpose This paper aims to examine the effects of taqwa God-consciousness and syukr gratitude to God on emotional intelligence EI in a Muslim population in Malaysia. Design/methodology/approach Structural equation modelling tool AMOS was used to test the study’s hypotheses. In total, data were sourced from 302 Muslim employees working in Malaysia's public and private sectors. Findings Taqwa and syukr positively influence EI, and people with taqwa and syukr demonstrate greater levels of self-emotional appraisal compared with other emotional appraisals. This study also shows that people with taqwa and syukr give increased priority to understanding and distinguishing positive and negative emotions because of their understanding of Islamic teachings. They also exhibit concern with knowing their emotions well before advising or responding to the emotions of others. This may increase their sense of empathy, thereby improving their emotional competency and EI. Originality/value The findings indicate that taqwa and syukr predispose Muslims to EI. This study applied the Qur’anic model of self-development, which connects the origin of emotion with the soul, thereby further enriching the literature on the subject. It also highlights the importance of taqwa and syukr to Muslim employees for achieving EI that is useful in creating a harmonious atmosphere in the workplace and prosperous relationships in society. Ahmad Zain SarnotoSri Tuti RahmawatiKecerdasan versi kajian barat tertumpu pada banyaknya penguasaan kosakata, mendengarkan dan memahami orang lain. Sedangkan kecerdasan menurut perspektif al-Qur’an lebih mengedepankan penguasaan terhadap siapa komunikan yang menjadi sasaran nilai-nilai Islam. Sehingga dengan penguasaan terhadap komunikan dapat menyusun strategi-strategi ungkapan kata yang paling tepat yang kiranya mampu menundukkan akal dan perasaannya di bawah tuntunan Islam. Pengetahuan terhadap kecerdasan verbal dapat menambah khazanah Islam dalam upaya untuk menerima Islam secara sukarela tanpa ada unsur paksaan sedikit pun, sebagaimana hal ini diterangkan melalui surat al-Baqarah/2256 Kecerdasan berbicara bukanlah hanya kemampuan berbicara, namun lebih dari itu yakni kecerdasan memilih kata-kata yang tepat, adapun tujuan dari pemilihan kata yang tepat ini adalah pemahaman, kecerdasan tersebut dinamakan dengan kecerdasan verbal. Kecerdasan verbal dalam al-Qur’an dapat dilacak melalui sejarah para Rasul. Kecerdasan verbal yang dimiliki para Rasul memberikan dampak signifikan dalam dunia dakwah Ahmad Zain SarnotoSusilo WibowoThis research is to find out how to build emotional intelligence through dhikr remembrance of Allah from the perspective of the Qur'an. The method used in this research is a qualitative research method with a literature study approach. Emotional intelligence is one of the most important intelligences that every individual has. Because various events experienced by humans cannot be separated from emotional involvement. This paper describes that dhikr is a spiritual behavior that is effective in building emotional intelligence in terms of various interpretations of the verses of the Al-Qur'an, Islamic spiritual studies Sufism, and exploration of the potential for human self and psyche. Indicators of emotional intelligence through dhikr in various verses of the Qur'an 1 the heart becomes calm in Surat ar Ra'du verse 28; 2 the heart is opened by the light of Allah in Surat Al-Zumar verse 22; 3 gratitude for the blessings given by Allah in Surah Al-Maidah verse 11; 4 introsection of one's own potentials and weaknesses in Surah Maryam verse 67; 5 building emotional intelligence in Surat Al-Hijr verses 97-98; and various other verses. Ahmad Zain SarnotoHal yang paling urgent yang harus dibenahi oleh pesantren sebagai langkah antisipatif tersebut adalah pembenahan pola manajemen, sebab pola manajemen pesantren cenderung dilakukan secara insidental dan kurang memperhatikan tujuan-tu juannya yang telah disistematisasikan secara hirarkis. Sistem pendidikan pesantren biasanya dilakukan secara alami dengan pola manajerial yang tetap sama dalam tiap tahunnya. Perubahan-perubahan mendasar dalam pengelo laan pesantren agaknya belum terlihat. Kata Kunci Pengelolam Pondok PesantrenSumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan budaya kerja dosen ProfesionalManajemen ArwildayantoArwildayanto, Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan budaya kerja dosen Profesional, Gorontalo, Ideas Publishing, 2012, hlm 125Muhammad Barnawi DanArifinBarnawi dan Muhammad Arifin, Kinerja Gruru Profesional. Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2012,.Kamus Inggris Indonesia, Cetakan ke 16 Jakarta GramediaJohn M EcholsDan HasanShadilyEchols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cetakan ke 16 Jakarta Gramedia, 2007. Eliyasin, Muhammad & Nurhayati, Nanik. Manajemen Pendidikan Islam, Yogyakarta Aditya Media Publishing, Manajaman MukhtarBaruMukhtar, Merambah Manajaman Baru Pendidikan Tinggi Islam. Jakarta CV Galiza Mulyana Rahasia Menjadi Guru Hebat, Jakarta Grasindo, 2016. Nasution, M..N. Manajemen Mutu Terpadu, Cetakan ke 3, Jakarta Ghalia Indonesia, 2004Syaiful SagalaAdministrasi PendidikanKontemporerSagala, Syaiful. Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung Alfabeta, 2013. Sarnoto, Ahmad Zain dan Hidayatullah, Karakter Kepemimpinan Nabi Musa As Dalam Al-Qur"An, Jurnal Alim Journal of Islamic Educatioan, 2019M ShihabQuraishShihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur"an, Bandung Mizan, 2007. Suharsaputra,, Uhar. Administrasi Pendidikan. Bandung PT. Refika Aditama 2010, hlm 47Cetakan 1 Jakarta PT Raja Grafindo PersadaKineja SupardiGuruSupardi, Kineja Guru. Cetakan 1 Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung PT. Remaja Rosda Karya, 2008.
Mengapa kamu mendatangi laki-laki, bukan perempuan, untuk memenuhi syahwat-mu? Sungguh, kamu adalah kaum yang melakukan perbuatan bodoh.”
Manusia merupakan makhluk yang paling cerdas dari makhluk yang lain di bumi ini. Tak satu pun dari spesies dan genus yang ada di bumi menyamai kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Kecerdasan sendiri merupakan sesuatu yang harus disyukuri oleh manusia dan dimanfaatkan dengan baik serta benar. Karena kecerdasan adalah salah satu wujud dari anugerah Allah yang sangat berharga, yang diberikan kepada hambanya. Dan kecerdasan tertinggi adalah kecerdasan spiritual, karena kecerdasan spiritual mampu menjembatani antara kecerdasan intelektual dan juga kecerdasan emosional. Sehingga dalam tulisan ini akan dibahas lebih mendalam mengenai kecerdasan spiritual. Potensi Kecerdasan Manusia Ketika manusia lahir ia telah dianugerahi oleh Allah SAW berbagai instrumen untuk menjalani dan mengembangkan kehidupannya di bumi ini. Seperti instink gharizah, indra, akal kecerdasan dan nurani kalbu. Tetapi ia belum memiliki pengetahuan apa-apa dalam arti kognitif, kecuali potensi-potensi yang siap diaktualisasikan dengan instrumen tersebut. Dan dengan potensi-potensi itu manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan personal, sosial maupun lingkungan alam. Pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia di awal kehidupannya adalah sama, semua bermula dari nol. Dan dengan alat indra yang diberikan oleh Allah sebagai wujud dari salah satu anugerahnya manusia dapat menyerap serta menerima informasi yang didapatkan dari alat indra tersebut. Yang kemudian informasi itu diaktualisasikan ke dalam memorinya sehingga menjadi sebuah pengetahuan yang digunakan oleh manusia dalam kehidupannya. Sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nahl ayat 78, dengan beberapa penafsiran para mufasir. وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْــئًا ۙ وَّجَعَلَ لَـكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصٰرَ وَالْاَ فْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ 78 Artinya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” QS. An-Nahl 16 Ayat 78 Penafsiran Ayat Pada Tafsir Adwa’ al-Bayan fi Idah Al-Qur’an bil-Qur’an dijelaskan bahwa Allah mengeluarkan anak-anak Adam dari perut ibu mereka yang tidak tahu apa-apa. Dan Allah menjadikan bagi mereka telinga, mata, dan hati. Supaya mereka bersyukur atas berkahnya. Tetapi kebanyakan dari mereka tidak bersyukur. Sedangkan dalam Tafsir al-Kabir juga dijelaskan bahwa jiwa manusia ada dalam prinsip penciptaan tanpa semua ilmu atau tanpa mengetaui pengetahuan apapun, kecuali Allah menciptakan pendengaran dan penglihatan. Dan kemunculan indra ini menjadi alasan bagi jiwa manusia, untuk berpindah dari ketidaktahuan ke pengetahuan. Allah menciptakan pendengaran untuk manusia supaya manusia dapat mendengarkan nasihat Allah, penglihatan untuk melihat tanda-tanda Allah, dan hati sebagai pengetahuan yang sejati. Pada ayat tersebut Sya’rawi juga menafsirkan bahwa pendengaran disebutkan terlebih dahulu setelah itu baru penglihatan dan pemahaman. Karena diawal kehidupan manusia pada saat persalinan, indra pendengaranlah yang paling pertama berfungsi. Kemudian setelah sekitar sepuluh hari barulah menyusul penglihatan. Dan dari penginderaan diperoleh sebuah informasi pengetahuan yang tersusun dalam memori yang dikenal dengan pemahaman Transformasi Ilmu Pengetahuan Indra-indra tersebutlah yang menjadi penyumbang terbesar dalam transformasi ilmu pengetahuan. Mata dan telinga mempunyai peran paling besar dalam mengantarkan informasi ke dalam memori manusia, sehingga dapat menjadi serangkaian pengetahuan. Melalui sensasi penginderaan, persepsi, dan berpikir manusia memiliki pengalaman dan pengetahuan yang digunakan untuk mengambil keputusan dan mengatasi persoalan yang dihadapi dalam kehidupannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa potensi itu sudah dibawa sejak lahir. Adanya jaringan otak di dalam kepala, berbagai instrumen Indra, dan seluruh perangkatnya telah diciptakan Allah sejak di dalam rahim ibu. Meskipun pada saat itu belum fungsional, dan jaringan otak merupakan instrumen yang paling dominan dalam pembentukan kecerdasan. Maka fungsionalisasi dari instrumen itu disebut sebagi akal. Kecerdasan intelektual memang menentukan keberhasilan seseorang. Akan tetapi, sebenarnya ada kecerdasan lain yang lebih penting yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Kecerdasan spiritual pertama kali digagas oleh Zohar dan Marshal. Mereka mengemukakan hasil riset dari para ahli psikologi maupun saraf mengenai eksistensi titik Tuhan’ yang dikenal dengan istilah God Spot. God Spot merupakan pusat spiritual yang terletak di bagian depan otak manusia, sehingga setiap manusia sudah pasti memilikinya. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan manusia dalam melakukan sesuatu dengan penuh kesadaran sesuai dengan nilai-nilai arif yang telah dituntunkan oleh Allah. Sehingga manusia dapat memaknai hidupnya serta mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya. Kecerdasan spiritual berkaitan erat dengan kejiwaan manusia dan agama juga sangat erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Sehingga jika pemeluk agama yang taat mampu dalam memaknai kehidupannya, dengan itu jiwanya akan merasakan sebuah kebahagiaan. Dan orang yang jiwanya merasakan sebuah kebahagiaan maka ia dikatakan sebagai orang yang memiliki kecerdasan spiritual. Dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli di bidang Neurologi ilmu tentang saraf bahwa kecerdasan spiritual mempunyai tempat di dalam otak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam otak manusia terdapat bagian yang mampu mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, dalam mengenal serta berhubungan dengan Allah. Nabi Muhammad mengatakan bahwa setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dan sebagian ulama memaknai fitrah sebagai kecenderungan untuk bertauhid. Maka dapat dipahami bahwa memang sudah dari sananya dalam diri manusia di desain oleh Allah untuk mengenalnya, fitrah untuk mengenal Allah tidak dapat diingkari. Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual mempunyai peran yang sangat penting karena kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang tertinggi dari kecerdasan-kecerdasan yang lain. Sehingga dikatakan sebagai kecerdasan yang tertinggi. Karena kecerdasan ini dapat mewujudkan kedamaian hakiki, mengajak manusia memaknai hidup. Kemudian meraih kebahagiaan sejati yang membuat jiwa dan hati manusia menjadi bahagia, tenteram dan penuh dengan kedamaian. Peran penting dari kecerdasan spiritual yaitu mampu mengungkap segi parenial yang abadi, spiritual, dan yang fitrah dalam struktur kecerdasan manusia. Juga dapat membimbing manusia dalam memperoleh kedamaian dan juga kebahagiaan spiritual yang hakiki dalam kehidupan ini, dan kecerdasan spiritual juga dapat menyentuh segi spiritual karena menyajikan beragam pengalaman spiritual. Penyunting Ahmed Zaranggi
ayat alquran tentang kecerdasan